Jumat, 07 Desember 2012

JURNAL PRILAKU KONSUMEN DALAM BAHASA INDONESIA







TUGAS PRILAKU KONSUMEN  :




MENGENAL PERILAKU KONSUMEN
MELALUI PENELITIAN MOTIVASI

Albari
Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia

Abstrak

Dalam khasanah literatur tentang perilaku konsumen masih sulit ditemui bab yang membicarakan
secara khusus tentang prosedur dan teknik penelitian yang bisa mengungkap motivasi konsumen untuk membeli
suatu produk/merek tertentu. Untuk mengurangi kelemahan itu, tulisan ini mencoba memberi tambahan wacana
penelitian motivasi konsumen dengan mengajukan alternatif pengukuran data yang disesuaikan dengan pendekatan
teori motivasi yang digunakan.
Dibahas pula teknik analisis statistika untuk memanfaatkan data yang berhasil diperoleh serta implikasi
hasilnya dalam pemasaran, sehingga dapat membantu dalam pengambilan kesimpulan penelitian.

Kata kunci: Perilaku konsumen, motivasi konsumen.

PENDAHULUAN

Ketika konsumen sangat menginginkan suatu produk/merek,
tetapi mereka tidak bisa memperoleh pilihan penawaran pemenuhan yang
cukup, maka pemasar dapat memperoleh pengertian mengenai perilaku
konsumen itu dengan mudah. Namun seiring dengan berkembangnya
perusahaan dan pasar muncul tingkat persaingan yang semakin lama
semakin ketat serta resiko kegagalan usaha yang semakin besar pula. Dan
pada saat ini pemasar memerlukan data (perilaku) konsumen yang akurat,
sehingga perusahaaan dapat mempertahankan, dan bahkan mengembangkan
keberadaanya di pasar.
Melalui penelitian, studi tentang konsumen dan perilakunya ini
dapat dipahami. Meskipun hasil prediksi yang sempurna mungkin tidak
akan diperoleh, namun usaha yang didesain dengan tepat akan dapat
mengurangi risiko kegagalan pemasaran secara berarti, dibandingkan jika
pengambilan keputusan manajerial tidak dilengkapi dengan data dari
pendapat konsumen.
Dalam pembahasan tentang perilaku konsumen, terdapat banyak
pengaruh yang mendasari seseorang dalam mengambil keputusan
pembelian suatu produk/merek yang harus dipelajari oleh pemasar. Pada
kebanyakan orang, perilaku pembelian konsumen seringkali diawali dan
dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan (stimuli) dari luar dirinya, baik

JSB No.7 Vol. 1 Th. 2002

65

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi

ISSN: 0853 - 7665

berupa rangsangan pemasaran maupun rangsangan dari lingkungannya
yang lain. Rangsangan tersebut kemudian diproses (diolah) dalam diri, sesuai
dengan karakteristik pribadinya, sebelum akhirnya diambil keputusan
pembelian. Karakteristik pribadi konsumen yang dipergunakan untuk
memproses rangsangan tersebut sangat komplek1, dan salah satunya
adalah motivasi konsumen untuk membeli.
Menurut Wells dan Prensky (1996), motivasi sebagai titik awal dari
semua perilaku konsumen, yang merupakan proses dari seseorang untuk
mewujudkan kebutuhannya serta memulai melakukan kegiatan untuk
memperoleh kepuasan. Sedangkan Schiffman dan Kanuk (1994)
menyatakan bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri
individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Kekuatan
dorongan tersebut dihasilkan dari suatu tekanan yang diakibatkan oleh
belum atau tidak terpenuhinya kebutuhan, keinginan dan permintaan.
Kemudian bersama-sama dengan proses kognitif (berfikir) dan pengetahuan
yang sebelumnya didapat, maka dorongan akan menimbulkan perilaku
untuk mencapai tujuan atau pemenuhan kebutuhan. Proses ini dapat
ditunjukkan seperti pada Gambar 1.
Dengan demikian, jika seseorang mempunyai motivasi yang tinggi
terhadap obyek tertentu, maka dia akan terdorong untuk berperilaku
menguasai obyek tersebut. Sebaliknya jika motivasinya rendah, maka dia
akan mencoba untuk menghindari obyek yang bersangkutan. Implikasinya
dalam pemasaran adalah kemungkinan orang tersebut berminat untuk
membeli produk/merek yang ditawarkan pemasar atau tidak.

Gambar 1:
Model Proses Motivasi (Schiffman dan Kanuk, 1994)

Belum terpenuhinya:
kebutuhan, keinginan,
permintaan

Pengetahuan

Tekanan

Dorongan

Proses kognitif

Pengurangan
tekanan

Perilaku

Tujuan/pemenuhan
kebutuhan

1

Kotler (1994) menyebutnya kotak hitam pembeli.

66

JSB No. 7 Vol. 1 Th 2002

ISSN: 0853 – 7665

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii

Menyadari pentingnya motivasi tersebut, maka tulisan ini mencoba
memberi gambaran dalam melakukan penelitian tentang motivasi konsumen
untuk membeli suatu produk/merek. Karena suatu penelitian tidak banyak
mempunyai arti jika tanpa memberikan kontribusi atau perbaikan dalam
kehidupan sehari-hari, maka tulisan ini akan dilengkapi pula dengan bahasan
implikasi yang mungkin dapat diperoleh dalam kebijakan pemasaran.

KONTEKSTUAL DAN KONDISIONAL

Pada setiap kegiatan penelitian, seorang peneliti perlu
mengemukakan secara jelas tentang pentingnya penelitian itu dilakukan
dengan tema atau judul tertentu. Penjelasan itu memuat rincian alasan
atau latar belakang yang komprehensif dan sesuai dengan konteks dan
kondisi obyektif, seperti yang tersirat ditunjukkan dalam tema atau judul
penelitian tersebut.
Konteks penelitian berhubungan dengan penekanan penelitian
pada aspek tertentu yang dianggap penting untuk diteliti, sedangkan
kondisi bersangkutan dengan fenomena yang terjadi dan berkaitan dengan
realitas obyek yang diteliti [perusahaan, produk, merek]. Jika kontekstual
merujuk pada teori yang dipakai dan mendasari tema pokok penelitian,
maka kondisi dapat dicerminkan oleh variabel, atribut, atau sifat dari obyek
itu. Untuk sampai pada tingkatan kondisional, maka variabel, atribut, atau
sifat obyek harus sesuai dengan muatan teori yang dipilih dalam penelitian.
Demikian eratnya hubungan antara kontekstual dan kondisional
penelitian ini, sehingga tidak boleh terjadi dalam suatu penelitian terdapat
alasan atau latar belakang penelitian yang tidak menyentuh penjelasan
tentang teori dan obyek penelitian. Dengan kata lain, peneliti perlu
menjelaskan teori yang digunakan dalam penelitian – diantara berbagai
teori yang mungkin ada, dan obyek yang dipilih sudah harus tertentu.
Sebagai ilustrasi, misalnya penelitian mengenai motivasi konsumen
untuk membeli produk/merek X. Maka konteks penelitiannya adalah teori
motivasi tertentu dengan segala aspek yang tersirat di dalamnya,
sedangkan kondisi penelitiannya adalah harga, kualitas dan atribut yang
lain dari produk/merek X, yang dapat mewakili penerapan aspek-aspek
teori motivasi tadi secara obyektif.
Dalam perkembangannya terdapat beberapa teori motivasi yang
dapat digunakan sebagai dasar penelitian. Masing-masing teori akan
membawa implikasi yang berbeda dalam teknik pengukuran, analisis, dan
implikasi pemasarannya. Namun secara sederhana, penelitian motivasi perlu
bertolak pada teori tertentu dan berusaha mengungkap semua faktor atau
kaadaan yang mendasari atau dorongan bawah sadar yang dapat
berpengaruh pada perilaku konsumen, seperti atribut penting dari produk

JSB No. 7 Vol. 1 Th. 2002

67

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi

ISSN: 0853 - 7665

atau jasa pada target konsumen yang dituju (Thomas, 1998). Di antara
teori motivasi yang ada dan dapat dijadikan acuan penelitian konsumen
yaitu: teori kebutuhan Maslow dan teori psikoanalitik kepribadian Freud.
Secara konvensional pembahasan tentang motivasi banyak
didasarkan pada teori hirarki kebutuhan manusia dari Maslow. Teori ini
berusaha menjelaskan motivasi manusia melalui pemenuhan kebutuhan
biologi dan psikologi manusia, berupa kebutuhan fisiologis, keamanan,
sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri (Solomon, 1999). Dalam konteks
pemasaran, kebutuhan fisiologis dapat berupa cerminan kemampuan
konsumen untuk membeli dengan harga atau biaya tertentu, kebutuhan
kaamanan berupa tingkat kaamanan dalam menggunakan produk/merek
(misalnya garansi, pelayanan purna jual, atau tersedianya suku cadang),
kebutuhan sosial dicerminkan oleh kegunaan produk dalam hubungannya
dengan masyarakat, kebutuhan penghargaan diri dapat berupa bagian
produk/merek yang bisa mengangkat citra diri konsumen, dan kebutuhan
aktualisasi diri dapat ditunjukkan oleh kegunaan utama produk/merek yang
dapat menunjang pencapaian potensi diri konsumen.
Dapat terpenuhinya suatu kebutuhan akan menimbulkan motivasi
untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut
tersusun dalam sebuah jenjang dari tingkatan yang paling mendesak
sampai dengan yang kurang mendesak, meskipun bukan berarti harus
dimulai dari kebutuhan fisiologis ke atas sampai dengan kebutuhan
aktualisasi diri. Tetapi selalu ada kemungkinan pengecualian dari
kecenderungan tersebut. Seseorang kadang-kadang justru lebih termotivasi
untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi karena dia ingin memacu
pencapaian potensi dirinya, walaupun dia mengalami kesulitan untuk
membeli produk/merek tertentu.
Secara umum motivasi yang dominan dari seseorang untuk
memenuhi kebutuhan dapat berbeda satu dengan yang lain, meskipun
obyek pemenuhannya sama. Demikian pula urutan pentingnya pemenuhan
kebutuhan yang dapat menimbulkan motivasi itu. Sebagai contoh motivasi
dosen dan mahasiswa tentang pembelian atau pemilikan sebuah mobil.
Berdasarkan tingkatan kondisional atribut mobil, jika harga sebuah mobil
dapat dijadikan sebagai cerminan pemenuhan kebutuhan fisiologis,
kemudahan melakukan servis – misalnya untuk perawatan dan perbaikan,
sebagai kebutuhan keamanan, kapasitas penumpang untuk mencerminkan
pemenuhan kebutuhan sosial, bentuk fisik mobil – misalnya tampilan eksterior
atau interior, merujuk kebutuhan penghargaan, dan kecanggihan teknologi
yang tersedia –misalnya untuk keamanan atau kenyamanan diri, sebagai
cerminan aktualisasi diri, maka bagi seorang dosen kemungkinan
kecanggihan mobil lebih penting dibandingkan bentuk fisik, kapasitas
penumpang, kemudahan melakukan servis dan harga mobil, karena dengan

68

JSB No. 7 Vol. 1 Th 2002

ISSN: 0853 – 7665

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii

rasa aman dan nyaman yang diperolehnya selama dalam perjalanan
menggunakan mobil tersebut dia dapat menggunakan energi yang masih
prima untuk melakukan pekerjaan lain secara optimal. Sedangkan bagi
seorang mahasiswa yang kemampuan keuangannya relatif terbatas, faktor
harga mungkin lebih penting dari pada kecanggihan mobil, bentuk fisik,
kapasitas penumpang dan kemudahan melakukan servis.
Jika halnya demikian, ketika dosen yang bersangkutan membeli
mobil, mungkin dia lebih cenderung termotivasi untuk memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri daripada kebutuhan penghargaan, sosial, keamanan, dan
fisiologis. Sedangkan bagi mahasiswa tersebut cenderung mempertimbangkan
kebutuhan fisiologis dibandingkan pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri,
penghargaan, sosial dan keamanan.
Adapun Freud mengemukakan pendapat tentang teori psikoanalitik
kepribadian bahwa sesorang itu dalam berperilaku dipengaruhi oleh id,
superego dan ego. Id adalah bagian dari kepribadian yang sifatnya primitif
dan impulsif serta dipunyai seseorang sejak lahir, berisi pengharapan-
pengharapan yang memerlukan pemuasan secepatnya, dan aktualisasinya
dapat menghasilkan tindakan bawah sadar yang dapat saling berlawanan
dengan realitas yang nampak. Sedangkan superego merupakan ekspresi dari
dalam diri seseorang yang berhubungan atau dikembangkan dari nilai-nilai
moral masyarakat, yang aktualisasinya berupa tindakan bawah sadar yang
dapat menghambat atau mengurangi kekuatan impulsif id. Adapun ego
merupakan konsep pengendalian seseorang, yang berfungsi sebagai
penyeimbang antara kekuatan impulsif dari id dengan konstrain budaya
masyarakat dari superego (Schiffman dan Kanuk, 1994). Ketiga faktor
psikoanalitik tersebut mempunyai kedudukan yang sama pentingnya antara
satu dengan yang lain dalam mempengaruhi perilaku. Sebab apabila terjadi
salah satu lebih dominan dibandingkan yang lain akan menimbulkan
ketimpangan perilaku. Jika id dibiarkan sangat dominan, maka seseorang akan
cenderung mementingkan diri sendiri. Sedangkan jika superego menguasai
kepribadian seseorang, dia akan rendah diri dan takut menempuh resiko
hidup. Adapun jika ego terlalu besar kendalinya terhadap id dan superego
perilaku seseorang akan menjadi sulit diterima oleh orang lain.
Sebagai contoh perlunya keseimbangan ketiga hal tersebut adalah
tentang suatu produk/merek baru yang relatif mahal harganya akan dibeli
seseorang bukan semata-mata karena kualitasnya yang baik (ego), tetapi
juga karena harga yang mahal dapat meningkatkan status dan harga diri
pembelinya (id). Kemungkinan pembelian produk yang mahal itu mungkin
dapat ditunda, atau bahkan dibatalkan, apabila kondisi perekonomian yang
sedang buruk. Hal ini supaya yang bersangkutan tidak dianggap sombong
dan menghambur-hamburkan uang, sehingga tidak menimbulkan
kecemburuan sosial masyarakat lingkungannya (superego).

JSB No. 7 Vol. 1 Th. 2002

69

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi

ISSN: 0853 - 7665

PENGUKURAN MOTIVASI

Sebagai bagian dari aspek psikologis manusia, pengukuran
motivasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pengukuran yang
disesuaikan dengan teori yang mendasari penelitian yang dilakukan. Selain
melalui pendekatan secara kualitatif, motivasi konsumen juga dapat
diketahui dengan pendekatan secara kuantitatif, yaitu dengan melakukan
kegiatan survei melalui penyebaran angket kepada konsumen. Isi utama dari
angket berupa identifikasi motivasi konsumen yang merujuk pada aspek-
aspek penting dari teori motivasi yang digunakan dan yang ingin diketahui
oleh peneliti. Di samping itu, menurut Darrel dan kawan-kawan (1994)
konsumen diminta untuk menilai produk atau jasa menurut perasaan
emosional mereka atau yang dapat meningkatkan nilai mereka.
Demikian pula skala pengukuran yang dipakai. Misalnya jika
penelitian menggunakan teori hirarki kebutuhan manusia dari Maslow,
peneliti dapat memilih menggunakan pengungkapan pernyataan konsumen
berupa data angket berskala tertentu. Hal itu diperlukan juga dalam
penerapan penggunaan teori psikoanalitik kepribadian Freud. Pemilihan
skala pengukuran ini sekali lagi, tergantung pada teori motivasi yang dipakai.
Pemakaian skala ordinal dalam suatu penelitian bisa bermanfaat
untuk mengungkapkan pernyataan mengenai lebih daripada atau kurang
daripada, tanpa menyatakan nilai lebih besar atau kurangnya; skala ordinal
mempunyai urutan pernyataan, tetapi tidak mempunyai jarak dan asal mula
yang unik (Cooper dan Emory, 1995). Dengan skala ordinal responden
penelitian dapat menyatakan pendapat tentang urutan (ranking) pentingnya
karakteristik suatu obyek penelitian (Sekaran, 1994).
Menilik karakteristik skala ordinal tersebut, maka penelitian
motivasi konsumen dengan menggunakan teori hirarki kebutuhan manusia
dari Maslow nampaknya akan lebih sesuai apabila menggunakan skala
pengukuran ordinal. Jika halnya demikian, satu contoh penerapan hipotesis
mengenai pengukuran motivasi konsumen ini dapat diberikan seperti yang
terlihat dalam Gambar 2.
Gambar 2 berikut ini menunjukkan atribut yang dianggap penting
oleh konsumen mengenai pilihannya untuk membeli mobil X. Dan
pengukuran tentang pentingnya atribut-atribut yang dapat memotivasi
konsumen tersebut bisa dilakukan dengan dua cara. Pada cara yang
pertama (Contoh 1) nilai bobot diberikan secara langsung oleh konsumen
dengan menuliskan besarnya angka bobot untuk masing-masing atribut2.

2

Nilai masing-masing atribut dapat sangat bervariasi besarnya; semakin besar total
bobotnya (bisa 1, 10, 100 dan lain-lain) akan semakin banyak kemungkinan variasi nilainya.

70

JSB No. 7 Vol. 1 Th 2002

ISSN: 0853 – 7665

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii

Dengan melihat besarnya nilai yang diberikan tersebut dapat diketahui
dengan mudah bahwa suatu atribut dianggap lebih penting oleh konsumen
dibandingkan dengan atribut yang lain untuk membeli mobil X. Semakin
besar nilainya, semakin penting atau dominan atribut itu dalam keputusan
pembelian mobil X.

Gambar 2: Contoh Pengukuran Motivasi dengan Skala Ordinal

Contoh 1:
Berilah bobot (angka) pada atribut produk/merek mobil sedan X di bawah ini. Besarnya bobot
(angka) dimaksud menunjukkan pentingnya atribut yang memotivasi Anda untuk membeli
produk/merek mobil X tersebut. Total bobot (angka) adalah 10.
___ Harga yang terjangkau
___ Lekuk eksterior yang meliuk tegas
___ Penggunaan bahan bakar yang irit
___ Kombinasi interior yang lembut
___ Kemudahan melakukan servis
___ Kecanggihan teknologi yang dipakai
___ Kapasitas penumpang banyak

Contoh 2:
Berilah urutan pilihan (1 sampai dengan 6) terhadap atribut produk/merek mobil X di bawah ini.
Urutan atribut menunjukkan pentingnya atribut tersebut dalam memotivasi Anda untuk membeli
produk/merek mobil X.
___ Harga yang terjangkau
___ Lekuk eksterior yang meliuk tegas
___ Penggunaan bahan bakar yang irit
___ Kombinasi interior yang lembut
___ Kemudahan melakukan servis
___ Kecanggihan teknologi yang dipakai
___ Kapasitas penumpang besar

Sedangkan pada cara yang kedua (Contoh 2) konsumen diminta
mengurutkan pentingnya atribut-atribut yang ada, kemudian berdasarkan
urutan tersebut peneliti memberi skor tertentu. Nilai skor bersifat unipolar (satu
kutub, yang sebaiknya adalah positif). Misalnya jika konsumen memilih
harga yang terjangkau’ sebagai urutan pertama, atribut ‘kapasitas
penumpang besar’ pada urutan kedua dan setrusnya, maka atribut harga
tersebut diberi skor 7, atribut kapasitas diberi skor 6 dan seterusnya.
Pengskoran unipolar seperti itu diasumsikan lebih tepat dilakukan
untuk pengukuran motivasi. Asumsi ini bertolak dari wacana bahwa tidak
ada sesuatu yang tidak menimbulkan motivasi, sehingga suatu atribut
produk/merek yang dianggap (sama sekali) tidak penting tidak seharusnya
kemudian dianggap tidak akan memotivasi konsumen, yang benar yaitu
atribut tersebut kurang memotivasi konsumen. Jika hal ini betul, maka nilai
skor terendah dalam katagori tersebut seharusnya bukan 0 (nol), tetapi
1 (satu).
Adapun penggunaan skala interval bermanfaat untuk memperoleh
data dari pernyataan responden tentang penentuan kesamaan interval atau
selisih; ciri-ciri skala interval pada suatu pernyataan adalah berurutan dan

JSB No. 7 Vol. 1 Th. 2002

71

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi

ISSN: 0853 - 7665

berjarak sama antara nilai tanggapan yang satu dengan yang lain, tetapi
tidak mempunyai asal mula yang unik (Cooper dan Emory, 1995).
Pengukuran dengan skala ordinal dapat diubah menjadi skala interval,
apabila suatu obyek tidak lagi mempunyai urutan pentingnya karakteristik
obyek itu, tetapi masing-masing karakteristik dianggap sama pentingnya
(Sekaran, 1994).
Dengan dasar penjelasan tersebut, maka pengukuran motivasi
konsumen yang bertolak dari teori psikoanalitik kepribadian dari Freud
nampaknya cenderung lebih cocok menggunakan skala pengukuran
interval, karena –berdasarkan uraian teori Freud sebelumnya– santara
karakteristik-karakteristik pada konsep id, superego dan ego adalah sama
pentingnya atau setara. Dengan asumsi itu dapat dibuat aplikasi pengukuran
motivasi konsumen untuk membeli mobil X, yang hipotesisnya bisa
dicontohkan seperti yang nampak pada Gambar 3.

Gambar 3: Contoh Pengukuran Motivasi dengan Skala Interval

Berilah tanda silang [X] di bagian kolom tanggapan penting-tidak penting
untuk masing-masing pernyataan yang ada.

PERTANYAAN :
Saya membeli mobil X karen :

Harga yang terjangkau
Penggunaan bahan bakar yang irit
Kemudahan melakukan servis
Kapasitas penumpang besar
Lekuk eksterior yang meliuk tegas
Kombinasi interior yang lembut
Kecanggihan teknologi yang dipakai

JAWABAN :
Penting |__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting
Penting |__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting
Penting |__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting
Penting |__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting
Penting |__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting
Penting |__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting
Penting |__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting

Pada Gambar 3 tersebut pernyataan tentang atribut produk/merek
mobil X dikemukakan lebih rinci dari pada contoh pada Gambar 2, karena
tuntutan pengukuran penelitian dengan skala interval serta aplikasi
pengungkapan teori Freud memang demikian. Sedangkan tanggapan
pernyataan dari konsumen dinilai secara unipolar dengan skor 7 (sangat
penting) ke skor 1 (tidak penting), dengan penjelasan (alasan) sifat
pengskoran unipolar seperti yang telah dikemukakan pada Contoh 2 dari
Gambar 23. Dengan cara pengukuran ini skor pada masing-masing atribut
kemungkinan bisa mempunyai nilai yang sama (7 semua, 1 semua, dan
sebagainya) atau bervariasi.

3

Pada penerapan yang lain dapat juga dipergunakan penilaian (skor) tanggapan yang
berjajar 5 ruas, 10 ruas dan sebagainya.

72

JSB No. 7 Vol. 1 Th 2002

ISSN: 0853 – 7665

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii

Di samping itu, agar informasi yang diperoleh dapat lebih tajam,
peneliti mungkin bisa memberi bagian tersendiri dari angket penelitian
supaya konsumen dapat memberi alasan khusus mengenai pilihan penting-
tidak pentingnya atribut produk/merek itu. Pernyataan alasan konsumen
tersebut diharapkan dapat mengungkap lebih banyak motivasi bawah sadar
konsumen (dari id dan superego) untuk membeli produk/merek itu. Jika langkah
ini dilakukan, peneliti mungkin dapat memperoleh informasi seperti yang didapat
oleh Ernest Dichter (Wells dan Prensky, 1996), seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.

Gambar 4: Contoh identifikasi kebutuhan dan produk oleh Dichter
(Wells dan Prensky, 1996)

Produk
Makanan yang dibungkus
Perkakas tukang
Eskrim

Topi
Deodoran

Kepentingan utama
Melindungi makanan
Perbaikan rumah
Nutrisi, selera

Kaamanan, keramahan
Mengurangi bau dan
kebasahan

Kepentingan dari bawah sadar
Perhatian terhadap keluarga
Menunjukkan ketrampilan dan kemampuan
Cinta dan perasaan yang berhubungan dengan
memori masa kanak-kanak
Ekspresi diri dan kepribadian
Penghargaan diri dan kepentingan sosial

Dua bentuk pengukuran motivasi dengan skala ordinal dan interval
seperti yang telah dikemukakan pada ilustrasi di atas sebenarnya hanya
sekedar contoh penerapan dari berbagai teori motivasi yang mendasari
penelitian motivasi. Teknik pengukuran skala ordinal yang dipergunakan
untuk mengetahui motivasi konsumen melalui pendekatan teori Maslow,
pada dasarnya dapat juga dipakai pada penelitian yang menggunakan
dasar teori hirarki kebutuhan manusia yang lain, seperti teori kepuasan dari
Herzberg (Kotler, 1994), teori psychologis dari McGuire’s (Hawkins, Best,
dan Coney, 1992), atau teori kebutuhan belajar dari McClelland (Mowen
dan Minor, 1998). Demikian pula teknik pengukuran berskala interval pada
penelitian motivasi dengan pendekatan teori Freud, dapat juga dipakai
untuk penerapan penelitian pada teori motivasi pembelian dari Ernest
Dichter serta teori compliant, aggressives, detached (CAD) dari Karen
Horney (Wells dan Prensky, 1996)4.

4

Cara kedua ini juga dilakukan misalnya oleh Wetter, Brandon dan Ba1ker (1992),
Zweigenhaft at.al (1996) dan Chantal, Vallerand dan Vallieres (1995).

JSB No. 7 Vol. 1 Th. 2002

73

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi

ISSN: 0853 - 7665

ANALISIS DATA

Bentuk pengukuran motivasi dengan menggunakan angket seperti
yang telah dicontohkan di atas tidak hanya diberikan kepada satu orang
saja, tetapi dibutuhkan banyak orang (sampel atau populasi) agar dapat
diperoleh gambaran kecenderungan motivasi konsumen untuk membeli
produk/merek tertentu. Karena itu diperlukan teknik analisis statistika, baik
yang diskriptif maupun yang inferensial, sehingga kesimpulan yang diambil
dapat lebih informatif (berdaya guna) dan dapat dipertanggungjawabkan.
Beberapa teknik analisis statistika yang dapat membantu adalah sebagai
berikut:

a. Untuk memperoleh skor nilai representatif dari pernyataan motivasi
konsumen dapat dipergunakan alat analisis diskriptif rata-rata hitung.
Melalui alat analisis ini dapat diketahui sumbangan rata-rata masing-
masing atribut terhadap total rata-rata masing-masing faktor, sehingga
dapat ditetapkan kecenderungan atribut yang dominan memotivasi
konsumen. Menurut Hadi (1989) dalam prakteknya sarjana-sarjana
sosial banyak menggunakan rata-rata hitung ini, baik untuk data yang
berskala ordinal maupun interval5.
b. Untuk menguji adanya perbedaan frekuensi (proporsi) data amatan
yang diperoleh dengan yang diharapkan dari masing-masing atribut
pada suatu produk/merek tertentu dapat dipergunakan alat statistika: uji
beda frekuensi kai kuadrat 1-jalur dan uji beda proporsi kelompok
tunggal Kolmogorov-Smirnov atau Mann-Whitney U. Melalui analisis
ini dapat ditentukan ada tidaknya perbedaan mengenai harapan
konsumen dengan yang dapat disediakan produsen (penjual) tentang
suatu aribut produk/merek, sehingga dapat dibuat perlakuan khusus bagi
atribut tersebut untuk [sedapat mungkin] memenuhi harapan konsumen.
c. Untuk menguji adanya perbedaan skor nilai dari pernyataan konsumen
untuk masing-masing atribut dari serangkaian produk/merek perusahaan
dan pesaingnya dapat dipergunakan alat analisis: uji beda amatan
ulangan dari Friedman dan analisis varian (anava) amatan ulangan
1-faktor. Dari analisis ini dapat ditentukan bahwa masing-masing
produk/merek yang diteliti benar-benar disertai atau mempunyai
keunikan (keunggulan) tertentu atau tidak.
d. Untuk menguji adanya hubungan atau perbedaan skor nilai dari
pernyataan konsumen pada masing-masing atribut dari suatu

5

Dalam banyak literatur metodologi penelitian, sangat dianjurkan data penelitian berskala
ordinal menggunakan alat analisis yang tidak didasarkan pada satuan-satuan yang
berjarak sama, seperti median dan mode (modus).

74

JSB No. 7 Vol. 1 Th 2002

ISSN: 0853 – 7665

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii

produk/merek, dan pernyataan itu dipengaruhi pula oleh
karakteristik/latar belakang konsumen (usia, pendidikan, penghasilan,
dan sebagainya) dapat dipergunakan alat analisis: uji beda jenjang
antar kelompok Kruskal-Wallis dan anava 1-jalur. Dengan analisis
ini dapat diketahui ada-tidaknya perbedaan penilaian konsumen
tentang atribut tertentu dari suatu produk/merek menurut variasi
karakteristik konsumen tertentu.
e. Untuk menguji adanya hubungan atau perbedaan skor nilai dari
pernyataan konsumen pada masing-masing atribut dari serangkaian
produk/merek, serta dipengaruhi pula oleh karakteristik/latar belakang
konsumen (usia, pendidikan, penghasilan, dan sebagainya) bisa
dipergunakan alat analisis: anava 1-jalur mixed amatan ulangan 1-
faktor, sehingga dapat diperoleh ada tidaknya perbedaaan penilaian
konsumen tentang atribut tertentu dari serangkaian produk/merek yang
diteliti berdasarkan pada variasi karakteristik konsumen tertentu.

Pada wacana statistika, umumnya alat analisis yang diformat
untuk skala pengukuran tertentu juga dapat dipergunakan untuk skala yang
lebih tinggi tingkatannya. Karena itu alat analisis statistika inferensial (butir
b – e) yang direkomendasikan di atas –umumnya untuk skala pengukuran
ordinal, juga dapat dipergunakan untuk data yang berskala interval.

IMPLIKASI DALAM PEMASARAN

Manfaat yang dapat diperoleh pemasar ketika menggunakan salah
satu alternatif dari dua teori beserta prosedur penelitian berikutnya tentu saja
dapat berbeda. Penelitian yang menggunakan skala interval –sesuai
dengan karakteristik pengukuran datanya yang lebih tinggi tingkatannya,
dapat menghasilkan implikasi pemasaran yang lebih tajam atau rinci
dibandingkan yang dengan berskala ordinal. Dalam contoh kasus di muka,
skala interval tidak hanya bisa mengungkapkan pentingnya atribut itu, tetapi
juga nilai pentingnya masing-masing atribut tersebut. Tetapi secara umum
kedua cara itu dapat menimbulkan manfaat sebagai berikut:
Pertama, dalam strategi promosi. Pemasar dapat memperoleh
data yang jelas tentang kedudukan atribut yang dianggap penting oleh
konsumen, sehingga dapat mengfokuskan keunggulan atribut tersebut
pada program dan kegiatan promosi yang lebih efektif. Misalnya berupa
tampilan iklan atau promosi penjualan yang dapat menggugah perasaan
konsumen, atau membekali pengetahuan kepada armada penjualan
personal yang dapat membantu mereka agar dapat lebih lancar dan familier
dalam menjelaskan karakteristik produk/mereknya kepada konsumen.

JSB No. 7 Vol. 1 Th. 2002

75

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi

ISSN: 0853 - 7665

Kedua, perbaikan produk. Pemasar dapat segera memperbaiki
tampilan atau isi produk/merek sebagai bentuk kepeduliannya terhadap
keinginan dan permintaan konsumen, khususnya pada atribut yang
dianggap tidak penting atau kurang memotivasi konsumen untuk membeli.
Selanjutnya bersama-sama dengan atribut yang dianggap penting dan
secara relatif telah ada pada produk/merek tersebut dapat diberitakan
secara luas kepada konsumen untuk menambah kesan baik bahwa
perusahaan sudah melakukan perbaikan produk/merek yang sesuai
dengan keinginan dan permintaan konsumen tersebut.
Ketiga, pemilihan pasar sasaran. Apabila tanggapan pernyataan
motivasi dikaitkan pula dengan data geografi (misalnya: bagian wilayah dan
luas daerah), demografi (misalnya: usia, pendapatan dan pendidikan), dan
sosial budaya (misalnya: agama dan kelas sosial) konsumen, maka hasil
penelitian dapat digunakan sebagai dasar untuk memilih atau
mengembangkan pasar sasaran yang tepat dan menguntungkan pemasar,
karena program dan kegiatan pemasaran dapat terfokus sesuai dengan
karakteristik konsumennya.
Keempat, prediksi penjualan. Apabila penelitian juga melibatkan
merek pesaing yang setara, atau bahkan variasi produk pesaing yang
sedikit berbeda dengan merek perusahaan, maka pemasar dapat memperoleh
data tentang keunggulan dan kelemahan produk/mereknya di tengah
industrinya, sehingga dapat ditetapkan strategi pemasaran yang tepat
dalam menghadapi persaingan. Di samping data tersebut dapat pula
berguna untuk prediksi pangsa pasar industri, sehingga dapat dilakukan
rencana penjualan lebih tepat dan bisa menghasilkan manfaat yang terbaik
bagi perusahaan.

PENUTUP

Seperti halnya dalam kegiatan penelitian yang lain, pemilihan
pendekatan teori motivasi dan skala pengukuran yang dipergunakan dalam
penelitian motivasi pada dasarnya harus disesuaikan dengan masalah dan
tujuan penelitian yang ingin dipecahkan atau dicapai. Dengan kata lain,
pendekatan teori dan skala pengukuran yang satu tidak bisa menggantikan
pendekatan teori dan skala pengukuran yang lain.
Dalam rangka memperoleh data yang informatif dan dapat
dipertanggungjawabkan, maka peneliti tidak boleh ‘memaksa’ konsumen
atau responden untuk menerima begitu saja berbagai atribut produk/merek
yang diajukan peneliti. Hal itu karena peneliti itu sendiri belum tentu dalam
posisi sebagai konsumen. Kalau pun sebagai konsumen, dia hanya satu
dari sekian banyak konsumen produk/merek bersangkutan, sehingga
atribut yang dianggap penting oleh peneliti belum tentu representatif

76

JSB No. 7 Vol. 1 Th 2002

ISSN: 0853 – 7665

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii

sebagai pilihan dari konsumen lain. Untuk mengurangi kelemahan ini, maka
peneliti perlu melakukan penelitian pendahuluan kepada sebagian
konsumen untuk menentukan atribut penting dari produk/merek tersebut.
Atribut penting yang dipilih konsumen tersebut kemudian dijadikan dasar
dalam penyusunan pernyataan dalam pengukuran sikap, seperti yang telah
dicontohkan di muka (Albari, 1999).
Peneliti juga perlu memanfaatkan teknologi program pengolahan
data, misalnya SPSS atau SAS, utamanya jika digunakan populasi atau
sample besar. Dengan cara komputerisasi ini tenaga, waktu dan biaya
yang dihemat akan sangat berarti, di samping akurasi perhitungan dapat
diandalkan.

DAFTAR PUSTAKA

Albari (1996), “Motivasi Menjadi Anggota Koperasi pada Koperasi Pegawai
Negeri di Yogyakarta”, Jurnal Siasat Bisnis, 1 (1): 62-71

_____ (1999), “Sikap Konsumen: Pemilihan Model dan Penelitiannya”,
Jurnal Siasat Bisnis, 4 (7): 51-64.

Alvin, A.A. (1993), “The Future Challenge to Market Research”, Marketing
Research, 5 (2): 12-19.

Assael, H. (1992), Consumer Behavior and Marketing Action, 4th ed.,
Boston: PWS-KENT Publishing Company.

Bleckwell, R.D., P.W. Miniard and J.F. Engel (2001), Consumer behavior, 9th
ed., Orlando: Hourcourt College Publishers.

Blythe, J. (1997), The Essence of Consumer Behavior, London: Prentice Hall.

Bowerman, B.L., R.T. O’Connell and L.L. Hand (2001), Business Statistics in
Practice, 2th ed., New York: The McGrow-Hill Companies, Inc.

Burton, F.G. at al. (1993), “An Application of Expectancy Theory for
Assessing User Motivation to Utilize an Expert System”, Journal of
Management Information System, 9 (3): 183-198

Chantal, Y., R.J. Vallerand and E.F. Vallieres (1995), “Motivation and
Gambling Involvement”, The Journal of Social Psychology, 135
(6): 755-763.

Churchill Jr., G.A. ((1999), Marketing Research: Methodological Foundations,
6th ed., Orlando: The Dryden Press.

Cooper, D.R. and C.W. Emory (1995), Business Research Methods, 5th ed.,
Illionis: Richard D. Irwin, Inc.

JSB No. 7 Vol. 1 Th. 2002

77

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi

ISSN: 0853 - 7665

Darrel, E. et al. (1994), “Typical Definition of ‘Satisfaction’ is Too Limited”,
Marceting News, 28 (1): 6-8

East, R. (1997), Consumer Behaviour: Advances and Applications in
Marketing, London: Prentice Hall.

Fishbein, M. and I. Ajzen (1975), Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An
Introduction to Theory and Research, Massachusetts: Addison-
Wesley Publishing Company, Inc.

Foxall, G., R. Goldsmith and S. Brown (1998), Consumer Psychology for
Marketing, 2th ed., London: International Thomson Business Press.

Gordon, W. ( 1995), “Researching Channels”, Marketing Research, 7 (3): 42-45.

Hadi, S., (1989), Metodologi Researh, Jilid II, Yogyakarta: Andi Offset

Hadi, S., Seno Pamardiyanto, dan Y.P. Kuncoro S. (1996), Buku Manual SPS:
Paket MIDI, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Hawkins, D.I., R.J. Best, and K.A. Coney (1992), Consumer Behavior:
Implications for Marketing Strategy, 5th ed., Illionis: Richard D.
Irwin, Inc.

Kardes, F.R. (1999), Consumer Behavior and Managerial Decision Making,
Massachussetts: Addison-Wesley Educational Publishers, Inc.

Kotler, P. (1994), Marketing Management: Analysing, Planning, Implementation,
and Control, 8th ed., New Jersey: Prentice Hall International, Inc.

Lilien, G.L., P. Kotler, and K.S. Moorthy (1992), Marketing Models, New
Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs.

Loudon, D.L. and A.J. Della Bitta (1993), Consumer Behavior: Concept and
applications, 4th ed., New York: McGraw-Hill, Inc.

Malhotra, N.K. (1999), Marketing Research: An Apllied Orientation, 3th ed.,
New Jersey: Prentice Hall International, Inc.

Moven, J.C. (1987), Consumer Behavior, New York: Macmillan Publishing Co.

Moven, J.C. and M. Minor (1998), Consumer Behavior, 5th ed., New Jersey:
Prentice Hall International, Inc.

Newbolt, P. (1995), Statistics for Business & Economics, 4th ed., New
Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Peter, J.P. and J.C. Olson (1996), Consumer Behavior and Marketing
Strategy, 4th ed., Chicago: Richard D. Irwin, Inc.

78

JSB No. 7 Vol. 1 Th 2002

ISSN: 0853 – 7665

Albari, Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii

Schiffman, L.G. and L.L. Kanuk (1997), Consumer Behavior, 6th ed., New
Jersey: Prentice Hall International, Inc.

Sekaran, U. (1994), Research Methods for Business, 2th ed., Toronto: John
Wiley & Sons, Inc.

Solomon, M.R. (1999), Consumer Behavior, 4th ed., New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Thomas, J.W. (1998), “Motivational Research: Explaning Why Consumers
Behave the Way They Do”, Direct Marketing, 60 (12): 54-57.

Welkowitz,J., R.B. Ewen and J. Cohen (2000), Introductory Statistics for the
Behavioral Sciences, 5th ed., Orlando: Harcourt Brace & Company.

Wells, W.D. and D. Prensky (1996), Consumer Behavior, New York: John
Wiley & Sons, Inc.

Wetter, D.W., T.H. Brandon and T.B. Baker (1992), “The Relation of
Affective Processing Measures and Smoking Motivation Indices
among College-Age Smokes”, Journal of Advertising and
Behavior, Vol 14: 169-193

Zikmund, W.G. (1997), Business Research Methods, 5th ed., Orlando: The
Dryden Press.

Zweigenhaft, R.L. at al. (1996), “The Motivations and Effectiveness of Hospital
Volunteers”, The Journal of Social Psychology, 136 (1): 25-34.

JSB No. 7 Vol. 1 Th. 2002

79




Analisis jurnal :

yaitu dalam jurnal tersebut pendapat saya ialah perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pembilian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan.

Perilaku knsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian.untuk barang berharga jual rendah (low involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah,sedangkan barang berharga yang jual tinggi (Hight Involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang matang.

Jadi jelasnya sama dengan kesimpulan yang terdapat di jurnal yaitu Dalam rangka memperoleh data yang informatif dan dapat dipertanggungjawabkan, maka peneliti tidak boleh ‘memaksa’ konsumen
atau responden untuk menerima begitu saja berbagai atribut produk/merek yang diajukan peneliti.