Mengimplementasikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia merupakan salah satu cita-cita tertinggi bangsa ini. Cita-cita tersebut seharusnya mengilhami seluruh kegiatan politik dalam pengertian mewujudkan kebaikan bersama- yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kekuasaan negara. Oleh karena itulah, setiap gejala-gejala sosial yang terjadi (khususnya yang terkait dengan penegakan hukum) harus senantiasa diperhatikan sebagai sebuah pertanda perubahan pola pikir dan kebutuhan masyarakat yang senantiasa bergerak secara dinamis.
Ada sementara anggapan dalam masyarakat bahwa keadilan hanya milik orang-orang kaya atau orang-orang dengan status sosial tertentu. Sedangkan rakyat kecil seperti misalnya petani, nelayan, buruh pabrik, pegawai rendahan, pedagang kecil, hanya bisa mengusap dada ketika mereka merasa diperlakukan tidak adil. Anggapan seperti ini muncul kepermukaan sebagian besar diakibatkan karena kesenjangan yang semakin lebar antara apa yang ideal dengan kenyataan perilaku penegakan hukum. Anggapan ini tentu tidak bisa digunakan untuk memberikan gambaran perilaku penegak hukum secara keseluruhan, karena pada kenyataannya masih banyak yang berusaha sekuat tenaga –walaupun dengan segala keterbatasannya- menciptakan formula-formula yang tepat untuk memberikan keadilan bagi masyarakat.
Pergerakan rasa keadilan masyarakat senantiasa berubah. Perubahan itu terjadi karena berbagai faktor, diantaranya adalah pendidikan yang semakin merata dan meningkatnya akses informasi yang terutama dibantu oleh pers serta perkembangan teknologi. Pergerakan ini kemudian semakin terasa ketika kekuatan masyarakat meningkat disatu sisi dan kekuatan aparat negara melemah akibat perubahan kebijakan politik dalam negeri disisi yang lain. Keadaan inilah yang kemudian mendorong individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat kemudian menjelma menjadi sebuah kekuatan sebagai pelopor yang memberikan inspirasi untuk melakukan perubahan.
Hukum dapat dikatakan bermanfaat jika ternyata ia hidup dalam masyarakat, dijadikan panduan oleh mereka dengan tujuan agar kehidupannya menjadi lebih teratur, damai dan berbahagia. Kegoncangan sosial yang terjadi dalam masyarakat diharapkan dengan cepat bisa dinetralkan kembali melalui penegakan hukum (salah satunya dengan penjatuhan sanksi) oleh aparat negara yang diberikan kekuasaan untuk itu.
Penegakan hukum pada hakekatnya bertujuan untuk menciptakan kedamaian dalam pergaulan hidup manusia. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kedamaian dalam pergaulan hidup ini berarti disatu pihak adanya ketertiban (yang bersifat ekstern antar pribadi atau interpersonal), dan dilain pihak adanya ketentraman (yang bersifat interpribadi atau personal). Jika keduanya serasi, barulah tercapai suatu kedamaian.
Meningkatnya pengetahuan hukum dan akses informasi bagi masyarakat, ternyata mempengaruhi reaksi mereka terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku dan perilaku-perilaku elite dalam menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan dan menegakkan hukum. Reaksi yang dilakukan baik berupa kegiatan-kegiatan individual atau aksi-aksi yang melibatkan orang banyak, sedikit banyak telah memberikan tekanan kepada lembaga-lembaga negara dalam melaksanakan kewenangannya.
Ada sementara anggapan dalam masyarakat bahwa keadilan hanya milik orang-orang kaya atau orang-orang dengan status sosial tertentu. Sedangkan rakyat kecil seperti misalnya petani, nelayan, buruh pabrik, pegawai rendahan, pedagang kecil, hanya bisa mengusap dada ketika mereka merasa diperlakukan tidak adil. Anggapan seperti ini muncul kepermukaan sebagian besar diakibatkan karena kesenjangan yang semakin lebar antara apa yang ideal dengan kenyataan perilaku penegakan hukum. Anggapan ini tentu tidak bisa digunakan untuk memberikan gambaran perilaku penegak hukum secara keseluruhan, karena pada kenyataannya masih banyak yang berusaha sekuat tenaga –walaupun dengan segala keterbatasannya- menciptakan formula-formula yang tepat untuk memberikan keadilan bagi masyarakat.
Pergerakan rasa keadilan masyarakat senantiasa berubah. Perubahan itu terjadi karena berbagai faktor, diantaranya adalah pendidikan yang semakin merata dan meningkatnya akses informasi yang terutama dibantu oleh pers serta perkembangan teknologi. Pergerakan ini kemudian semakin terasa ketika kekuatan masyarakat meningkat disatu sisi dan kekuatan aparat negara melemah akibat perubahan kebijakan politik dalam negeri disisi yang lain. Keadaan inilah yang kemudian mendorong individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat kemudian menjelma menjadi sebuah kekuatan sebagai pelopor yang memberikan inspirasi untuk melakukan perubahan.
Hukum dapat dikatakan bermanfaat jika ternyata ia hidup dalam masyarakat, dijadikan panduan oleh mereka dengan tujuan agar kehidupannya menjadi lebih teratur, damai dan berbahagia. Kegoncangan sosial yang terjadi dalam masyarakat diharapkan dengan cepat bisa dinetralkan kembali melalui penegakan hukum (salah satunya dengan penjatuhan sanksi) oleh aparat negara yang diberikan kekuasaan untuk itu.
Penegakan hukum pada hakekatnya bertujuan untuk menciptakan kedamaian dalam pergaulan hidup manusia. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kedamaian dalam pergaulan hidup ini berarti disatu pihak adanya ketertiban (yang bersifat ekstern antar pribadi atau interpersonal), dan dilain pihak adanya ketentraman (yang bersifat interpribadi atau personal). Jika keduanya serasi, barulah tercapai suatu kedamaian.
Meningkatnya pengetahuan hukum dan akses informasi bagi masyarakat, ternyata mempengaruhi reaksi mereka terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku dan perilaku-perilaku elite dalam menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan dan menegakkan hukum. Reaksi yang dilakukan baik berupa kegiatan-kegiatan individual atau aksi-aksi yang melibatkan orang banyak, sedikit banyak telah memberikan tekanan kepada lembaga-lembaga negara dalam melaksanakan kewenangannya.
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
- Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
- Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
- Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
- Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
- Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
- Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
- Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
- Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
- Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Dampak positif globalisasi antara lain:
- Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
- Mudah melakukan komunikasi
- Cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi)
- Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran
- Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
- Mudah memenuhi kebutuhan
Dampak negatif globalisasi antara lain:
- Informasi yang tidak tersaring
- Perilaku konsumtif
- Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
- Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
- Mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu negara
Beberapa indikator dampak globalisasi yang melanda Bangsa Indonesia diantaranya sebagai berikut :
1. Dalam Bidang Politik
- Penyebaran nilai-nilai politik Barat baik secara langsung atau tidak langsung dalam bentuk demonstrasi yang semakin berani dan semakin bebas tak terkendali dengan kontak fisik sampai terjadinya kerusuhan yang anarkis.
- Semakin lunturnya nilai-nilai politik yang berdasarkan semangat kekeluargaan, musyawarah untuk mencapai mufakat dan gotong royong.
- Semakin menguatnya nilai-nilai politik berdasarkan semangat individual, kelompok, oposisi, diktator mayoritas atau tirani minoritas.
- Semakin masyarakat memberikan perhatian akan transparansi, akuntabilitas dan profesionalitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.
- Semakin banyak lahirnya partai politik, organisasi-organisasi di luar pemerintah seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki kepentingan-kepentingan tertentu.
2. Dalam Bidang Ekonomi
- Berlakunya konsep kepemilikan modal besar akan semakin kuat dan yang kecil semakin tersingkir.
- Pemerintah hanya sebagai regulasi dalam pengaturan ekonomi yang mekanismenya ditentukan oleh pasar.
- Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberikan subsidi semakin berkurang, koperasi semakin sulit berkembang dan penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya sudah semakin ditinggalkan.
- Kompetisi produk dan harga semakin tinggi sejalan dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin selektif.
3. Dalam Bidang Sosial dan Budaya
- Semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi.
- Semakin mudahnya nilai-nilai Barat masuk melalui berbagai media cetak dan elektronik yang terkadang ditiru habis-habisan oleh masyarakat.
- Semakin memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai budaya lokal.
- Semakin lunturnya semangat gotong royong, solidaritas, kepedulian, kesetiakawanan sosial dan juga kebersamaan dalam menghadapi kesulitan tertentu.
- Semakin memudarnya nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4. Dalam Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan
- Semakin menguatnya supremasi hukum, demokratisasi dan tuntutan terhadap dilaksanakannya hak-hak asasi manusia.
- Menguatnya regulasi hukum dan pembuatan peraturan perundang-undangan yang memihak dan bermanfaat untuk kepentingan rakyat.
- Semakin menguatnya tuntutan terhadap tugas-tugas penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim) yang lebih profesional, transparan dan akuntabel.
- Menguatnya supremasi sipil dengan mendudukkan tentara dan polisi sebatas penjaga keamanan, kedaulatan dan ketertiban negara yang profesional.
- Semakin berkurangnya peran masyarakat dalam menjaga keamanan, kedaulatan dan ketertiban negara karena hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab tentara dan polisi.