Rabu, 09 Juli 2014

TUGAS SOFTSKILL# MENGAPA JANGAN GOLPUT DI PEMILU

Mengapa Jangan Golput di Pemilu?

            Kalau dulu (sebelum reformasi), nyoblos gak nyoblos gak ada bedanya. Yang menang pasti yang kuning. Ibarat permainan, dari aturannya aja udah gak mungkin menang. Jadi buat apa nyoblos.
Setelah reformasi, aturan mainnya udah mulai fair. Siapa aja punya kesempatan yang sama untuk menang. Jadi golput tidak lagi relevan.
Kebanyakan orang memilih golput karena beberapa alasan:

          Melepaskan tanggung jawab, seandainya pemimpin yang kepilih nggak menjalankan amanahnya dengan baik. Dia merasa jika tidak ikut memilih, dia tidak ikut bertanggung jawab terhadap kerusakan yang akan ditimbulkan oleh ketidakamanahan pemimpin tersebut. Berhubung kondisi di Indonesia ini rata-rata pejabatnya gak amanah, alasan seperti ini bisa dipahami.
Tapi tetap gak bisa diterima. Untuk orang seperti ini, luruskan lagi bahwa pemahaman seperti itu tuh keliru. Justru dia ikut bertanggung jawab karena sama saja telah “memberikan” suaranya pada siapa pun yang nantinya menang. Karena sebenarnya dia bisa memberikan suaranya pada calon yang lain (yang setidaknya lebih baik) tapi tidak dia lakukan.

         Alasan lain, karena dia merasa siapa pun yang terpilih tidak akan ada pengaruhnya buat dia, atau perusahaannya, atau keluarganya. Untuk yang seperti ini, sadarkan lagi bahwa suara yang dia berikan bukan hanya berpengaruh untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk masyarakatnya.
Atau mungkin karena dia gak percaya lagi dengan parpol atau pemimpin di negeri ini yang hanya obral janji. Untuk yang seperti ini, dorong dia supaya berani mengambil resiko. Kalau pemimpin “tua” sudah terbukti obral janji saja, saatnya beri para pemimpin muda Indonesia kesempatan untuk memimpin. Mungkin dia masih ragu karena para pemimpin muda ini miskin pengalaman, tapi dorong dia supaya berani. Yang jelas, Indonesia butuh perubahan !.

        Alasan lainnya, mungkin dia menganggap demokrasi itu sistem kafir dan kalo nyoblos berarti sama aja udah ikutan sistem kafir. Dengan orang ini kita bisa berdiskusi dengan tetap mengedepankan ukhuwah islamiyah, bahwa demokrasi itu realitas yang harus dihadapi. Karena mau milih atau nggak, sama-sama berada dalam demokrasi. Dan sama-sama akan dapat presiden dan anggota dewan yang sama,, yaitu yang menang pemilu nanti. Jadi jelas, mendukung pemimpin yang lebih mendekati itu jauh lebih efektif daripada nggak nyoblos.
Ingatkan juga bahwa demokrasi ini bukanlah pilihan ideologi, tapi sekedar pilihan strategi untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi.

SUMBER  : http://aditya87.wordpress.com/2009/01/20/mengapa-jangan-golput-di-pemilu/

TUGAS SOFTSKILL# CONDITIONALSENTENCES

TASK 4

CONDITIONAL SENTENCES

1. REAL CONDITIONS
if I have a home, I would make a lot of effort rented house.

if I have a lot of money, I would go around Indonesia


2. UNREAL CONDITIONS
if I had a movie ticket in pants pockets now, I would invite my friends to come watch.

if I had money in atm now, I would go on vacation to Europe.


3. UNREAL CONDITIONS (contrary to past time)
if I hadn't been lock the motor, the motor I would have been stolen.

if I lived in Jogja, I would be visit to grandpa.

Kamis, 03 Juli 2014

SOFTSKILL# TULISAN BAHASA INDONESIA

UKM DAN EKONOMI BERKELANJUTAN
UKM dan Pembangunan Berkelanjutan
Keberadaan UKM sebagai bagian dari seluruh entitas usaha nasional merupakan wujud nyata kehidupan ekonomi yang beragam di Indonesia. Oleh karena itu, penempatan peran UKM merupakan salah satu pilar utama dalam mengembangkan sistem perekonomian, namun hingga kini perkembangannya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pelaku ekonomi yang lain. Dalam pengembangannya, UKM harus menjadi salah satu strategi utama pembangunan nasional yang pelaksanaannya diwujudkan secara sungguh-sungguh dengan komitmen bersama yang kuat serta didukung oleh upaya-upaya sistematis dan konseptual secara konsisten dan terus -menerus dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat di tingkat nasional, regional, maupun lokal).
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memiliki dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia, yaitu:
  1. Definisi usaha kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1.000.000.000 (1 milyar) dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200.000.000,00.
  2. Definisi menurut kategori Badan Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu:
  • Industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang.
  • Industri kecil dengan pekerja 5-19 orang.
  • Industri menengah dengan pekerja 20-99 orang.
  • Industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih.
Sejalan dengan perkembangan dalam era globalisasi dan tuntutan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, masalah krusial yang juga banyak dikeluhkan belakangan ini oleh para pelaku bisnis termasuk UKM munculnya berbagai hambatan yang berkaitan dengan peraturan-peraturan baru, khususnya di daerah. Peraturan-peraturan daerah ini sering kurang atau bahkan tidak memberikan kesempatan bagi UKM untuk berkembang. Dalam implementasinya, birokrasi administrasi yang berbelit-belit dan penegakan hukum yang kurang tegas menjadi tantangan yang terus harus kita atasi ke depan. Berawal dari berbagai masalah, tantangan, dan hambatan tersebut di atas, maka dalam pengembangan koperasi dan UKM, pemerintah telah menetapkan arah kebijakannya, yaitu:
  1. Mengembangkan UKM.
  2. Memperkuat Kelembagaan.
  3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha.
  4. Mengembankan UKM sebagai produsen, dan
  5. Membangun Koperasi
Dalam pembangunan perekonomian di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang memiliki peranan penting. Hal ini dikarenakan sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern. UKM juga memiliki peran yang strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, oleh karena itu, selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam perindustrian hasil-hasil pembangunan.

Usaha kecil dan menengah (UKM) dalam memegang peranan penting tersebut, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha-usaha kecil termasuk usaha-usaha rumah tangga atau mikro (yaitu usaha dengan jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp 1 milyar), pada tahun 2000 meliputi 99,9 persen dari total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia. Sedangkan usaha-usaha menengah (yaitu usaha-usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp 1 Milyar dan Rp 50 Milyar) meliputi hanya 0,14 persen dari jumlah total usaha. Dengan demikian, potensi UKM sebagai keseluruhan meliputi 99,9 persen dari jumlah total usaha yang bergerak di Indonesia.

Dalam rangka menangkap semangat reformasi, demokratisasi, desentralisasi, dan partisipasi; maka perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan terus-menerus keseluruhan program pembangunan seyogyanya mengacu pada paradigm pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community-based development) atau pembangunan yang berpusat pada manusia (people-centered development). Konsep pelaksanaan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat tersebut antara lain berlandaskan azas-azas:
  1. Komitmen penuh pemerintah dengan keterlibatan minimal (fully committed with less involvement),pemerintah berintervensi hanya apabila terjadi distorsi pasar dengan cara selektif dan bijaksana (smart intervention)
  2. Peran-serta aktif (participatory process) dari seluruh komponen
  3. Masyarakat madani (civil society)
  4. Keberlanjutan (sustainability)
  5. Pendanaan bertumpu pada prinsip-prinsip: efisiensi, efektivitas, transparansi, dan accountability serta dapat langsung diterima oleh masyarakat yang betul-betul memerlukan (intended beneficiaries).
Sebagai konsekuensinya semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) atau semua unsur masyarakat madani (pemerintah, pengusaha, perguruan tinggi serta masyarakat dan/atau LSM) haruslah dilibatkan di dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah/lokal. Upaya menegakkan kemandirian nasional dalam rangka mengurangi/menghapuskan beban hutang dan ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri serta upaya memperkuat ketahanan ekonomi nasional harus dibangun melalui penggalian dan mobilisasi dana masyarakat serta peningkatan partisipasi segenap unsur masyarakat madani (Indonesia Incorporated) dalam proses pembangunan berlandaskan paradigma pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community-based development). Dengan demikian pengembangan investasi akan berlangsung secara berkelanjutan dan berakar dari kemampuan sumberdaya nasional dengan partisipasi luas masyarakat dan dunia usaha, terutama UKM dan Koperasi sebagai komponen terbesar usaha nasional, sehingga terbentuk keandalan daya saing investasi nasional. Pembangunan investasi bagi perkuatan usaha nasional, perlu lebih didorong untuk memperluas pemerataan kesempatan berusaha bagi seluruh pelaku ekonomi dalam rangka memperkuat basis perekonomian nasional yang tangguh dan mandiri serta untuk mewujudkan sistem ekonomi kerakyatan.

Dalam mewujudkan system tersebut, dibutuhkan lingkungan yang mendukung. Lingkungan yang paling dekat adalah lingkungan operasi UKM itu sendiri yang secara langsung dihadapi oleh UKM. Lingkungan ini secara langsung mempengaruhi performa UKM. Kompetitor, kreditor, pelanggan, buruh, dan pemasok adalah faktor-faktor yang mempengaruhi performa UKM. Penguasaan pangsa pasar salah satu faktor yang menentukan sejauhmana daya kompetisi UKM. Sedangkan dari sisi sistem kredit, perburuhan, dan pelanggan juga sangat nyata mempengaruhi UKM.

Prospek bisnis UKM dalam era perdagangan bebas dan otonomi daerah sangat tergantung pada upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengembangkan bisnis UKM. Salah satu upaya kunci yang perlu dilakukan adalah bagaimana mengembangkan iklim usaha yang kondusif bagi UKM. Untuk mencapai iklim usaha yang kondusif ini, diperlukan penciptaan lingkungan kebijakan yang kondusif bagi UKM. Kebijakan yang kondusif dimaksud dapat diartikan sebagai lingkungan kebijakan yang transparan dan tidak membebani UKM secara finansial bicara berlebihan. Ini berarti berbagai campur tangan pemerintah yang berlebihan, baik pada tingkat pusat maupun daerah harus dihapuskan, khususnya penghapusan berbagai peraturan dan persyaratan administratif yang rumit dan menghambat kegiatan UKM.

Suatu faktor penting di beberapa daerah yang sangat mengurangi daya saing UKM adalah pungutan liar (pungli) atau sumbangan wajib yang dikenakan pejabat aparat pemerintah. Pungli liar ini tentu saja akan meningkatkan biaya operasi UKM sehingga mengurangi daya saing mereka. Dengan demikian, pungutan liar maupun beban fiskal yang memberatkan perkembangan UKM di daerah harus dihapuskan.

Selain penciptaan lingkungan bisnis yang kondusif, program-program pengembangan UKM yang diarahkan pada supply driven strategy sebaiknya mulai ditinggalkan, sebagai pengganti dari arah program ini yakni pengembangan program UKM yang berorientasi pasaryang didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan kebutuhan riel UKM (market oriented, demand driven programs). Fokus dari program ini yakni pertumbuhan UKM yang efisien ditentukan oleh pertumbuhan produktivitas UKM yang berkelanjutan, dan pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan UKM yang berkelanjutan. Secara lebih spesisfik The Asia Foundation pada tahun 2000 membagi fokus pengembangan UKM baru yang berorientasi pasar tersebut dalam empat unsur pokok, yaitu:
  1. Pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM
  2. Pengembangan lembaga-lembaga finansial yang bisa memberikan akses kredit yang lebih mudah kepada U KM atas dasar transparansi
  3. Pelayanan jasa-jasa pengembangan bisnis non-finansial kepada UKM yang lebih efektif
  4. Pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri.
SUMBER  : http://kumpulan-artikel-ekonomi.blogspot.com/2009/06/ukm-dan-ekonomi-berkelanjutan.html

SOFTSKILL# TULISAN BAHASA INDONESIA

 PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN

Keputusan konsumen untuk membeli atau tidak membeli suatu produk atau jasa merupakan saat yang penting bagi pemasar. Keputusan ini dapat menandai apakah suatu strategi pemasaran telah cukup bijaksana, berwawasan luas, dan efektif, atau apakah kurang baik direncanakan atau keliru menetapkan sasaran. Keputusan merupakan seleksi terhadap dua pilihan alternative atau lebih.

Riset konsumen eksperimental mengungkapkan bahwa menyediakan pilihan bagi konsumen ketika sesungguhnya tidak ada satu pun pilihan, dapat dijadikan strategi bisnis yang tepat, strategi tersebut dapat meningkatkan penjualan dalam jumlah yang sangat besar.

TINGKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
Terdapat tiga tingkat pengambilan keputusan konsumen spesifik, yaitu:
  1. Pemecahan masalah yang luas, konsumen membutuhkan berbagai informasi untuk menetapkan serangkaian kriteria yang berguna menilai merek-merek tertentu dan banyak informasi yang sesuai mengenai setiap merek yang akan dipertimbangkan.
  2. Pemecahan masalah yang terbatas, konsumen tetal menetapkan criteria dasar untuk menilai kategori produk dan berbagai merek dalam kategori tersebut.
  3. Perilaku sebagai respon yang rutin, konsumen telah memepunyai beberapa pengalaman mengenai kategori produk dan serangkaian kriteria yang ditetapkan dengan baik untuk menilai berbagai merek yang sedang mereka pertimbangkan.
MODEL KEPUTUSAN: EMPAT PANDANGAN MENGENAI PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
Teori-teori pengambilan keputusan konsumen bervariasi, tergantung kepada asumsi peneliti mengenai sifat-sifat manusia. Terdapat empat pandangan atas pengambilan keputusan konsumen:
  1. Pandangan ekonomi, konsumen sering dianggap sebagai pengambil keputusan yang rasional.
  2. Pandangan pasif, menggambarkan konsumen sebagai orang yang pada dasarnya tunduk pada kepentingan melayani diri dan usaha promosi para pemasar. Para konsumen dianggap sebagai pembeli yang menurutkan kata hati dan irasional.
  3. Pandangan kognitif, menggambarkan konsumen berada diantara pandangan ekonomi dan pandangan pasif yang ekstrim, yang tidak (atau tidak dapat) memperoleh pengetahuan yang mutlak mengenai semua alternatif produk yang tersedia dan karena itu tidak dapat mengambil keputusan yang sempurna, namun secara aktif mencari informasi dan berusaha mengambil keputusan yang memuaskan.
  4. Pandangan emosional, mengambil keputusan yang emosional atau impulsive (menurutkan desakan hati).
MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
Model dalam pengambilan keputusan mempunyai tiga komponen utama yaitu:
  1. Masukan (input), komponen ini mempunyai berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap dan perilaku konsumen yang berkaitan dengan produk. Yang utama dalam faktor masukan ini adalah berbagai kegiatan bauran pemasaran dan pengaruh sosiobudaya di luar pemasaran.
  2. Proses, komponen ini berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan. Tindakan pengambilan keputusan konsumen terdiri dari tiga tahap, yaitu: (a) Pengenalan kebutuhan, (b) Penelitian sebelum pembelian, dan (c) Penilaian berbagai alternatif. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan pencarian informasi sebelum pembelian, yaitu: (a) Faktor-faktor produk (lamanya waktu antar pembelian, perubahan model produk, perubahan harga, jumlah pembelian, harga yang tinggi, merk alternatif yang banyak, berbagai macam keistimewaan), (b) Faktor situasi (pengalaman, dapat diterima secara sosial, pertimbangan yang berhubungan dengan nilai), dan (c) Faktor produk (karakteristik demografis konsumen, kepribadian). Berbagai isu dalam mengevaluasi alternative, yaitu: (a) Rangkaian merek yang diminati, mengacu pada merk-merk khusus yang dipertimbangkan konsumen dalam melakukan pembelian dalam kategori produk tertentu, (b) Kriteria yang Dipakai untuk Mengevaluasi Merek, merupakan rangkaian merk yang mereka minati biasanya dinyatakan dari sudut sifat-sifat produk yang penting, (c) Consumer Desicion Rules, merupakan prosedur yang digunakan oleh konsumen untuk memudahkan pemilihan merk, (d) Gaya Hidup sebagai Suatu Strategi Pengambilan Keputusan Konsumen, berpengaruh pada berbagai perilaku khusus konsumen sehari-hari. (e) Incomplete Information and Noncomparable Alternatives, dalam berbagai situasi pilihan para konsumen menghadapi informasi yang tidak lengkap sebagaid asar keputusan dan harus menggunakan berbagai strategi alternative untuk mengatasi unsur-unsur yang hilang, (e) Series of Decisions (Serangkaian Keputusan), dalam suatu pembelian dapat mencakup sejumlah keputusan. (f) Aturan Pengambilan Keputusan dan Strategi Pemasaran, pengertian mengenai kaidah keputusan mana yang akan digunakan konsumen dalam memilih produk atau jasa tertentu sangat berguna bagi pemasar yang berkepentingan untuk merumuskan program promosi, (g) Visi Konsumsi, sebagai gambaran pengambilan keputusan yang tidak ortodoks, tetapi mungkin sekali akurat dalam situasi kurangnya pengalaman konsumen dan tidak terstrukturnya maslah dengan baik, maupun dalam situasi yang diliputi emosi yang dalam.
  3. Keluaran (output), komponen ini menyangkut dua kegiatan pasca pembelian yang berhubungan erat: perilaku pembelian dan penilaian pasca pembelian. Tujuan dari dua kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap pembeliannya.
PERILAKU KONSUMEN UNTUK MEMBERI HADIAH
Perilaku memberi hadiah didefinisikan sebagai proses pertukaran hadiah yang terjadi antara pemberi dan penerima. Proses pertukaran hadiah merupakan bagian perilaku konsumen yang penting. Terdapat lima jenis pemberian hadiah dan penerimaan hadiah, yaitu:
  1. Pemberian hadiah antar kelompok (sebuah kelompok memberikan hadiah kepada kelompok lain),
  2. Pemberian hadiah antar kategori (seorang individu memberikan hadiah kepada sebuah kelompok atau sebuah kelompok memberikan hadiah kepada seorang individu),
  3. Pemberian hadiah di dalam kelompok (sebuah kelompok memberikan hadiah kepada dirinya sendiri atau kepad para anggotanya),
  4. Pemberian hadiah antar perorangan (seorang individu memberikan hadiah kepada individu lain), dan
  5. Pemberian hadian pada diri sendiri (hadiah untuk diri sendiri).
HAL-HAL DI LUAR KEPUTUSAN: MENGKONSUMSI DAN MEMILIKI
Perilaku konsumen tidak hanya mengambil keputusan pembelian atau perbuatan membeli, ia juga mencakup berbagai pengalaman yang dihubungkan dengan pemakaian atau konsumsi berbagai produk dan jasa. Pengalaman memakai produk dan jasa maupun perasaan senang yang berasaldari memiliki, mengumpulkan atau mengkonsumsi barang-barang dan berbagai pengalaman menyumbang kepada kepuasan konsumen dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Pemasaran berdasarkan hubungan menjadi demikian penting karena konsumen sekarang ini kurang setia dibandingkan masa lalu, hal ini disebabkan enam kekuatan utama: berlimpahnya pilihan, tersedianya informasi, perasaan berhak, pengkomoditian, ketidakkokohan (masalah keuangan konsumen menurunkan kesetiaan) dan kekurangan waktu (tidak cukup waktu untuk setia).

Pemasaran berdasarkan hubungan mempengaruhi keputusan konsumen dan kepuasan konsumsi mereka. Pemasaran berdasarkan hubungan adalah hal-hal yang berhubungan dengan membangun kepercayaan dan memegang janji yang dibuat oleh para konsumen. Dalam hal ini digunakan untuk mengembangkan ikatan jangka panjang dengan para pelanggan dengan membuat mereka merasa istimewa dan memberikan berbagai pelayanan khusus kepada mereka.

SUMBER  : http://kumpulan-artikel-ekonomi.blogspot.com/2009/12/pengambilan-keputusan-konsumen.html

SOFTSKILL# TULISAN BAHASA INDONESIA

INVESTASI DI PASAR MODAL BERKEMBANG

Pada era globalisasi saat ini, dimana hambatan-hambatan perekonomian semakin pudar, peralihan arus dana dari pihak yang surplus kepada yang defisit akan semakin cepat dan tanpa hambatan. Pasar Modal sebagai pintu investasi terhadap aliran dana dari pihak yang kelebihan kekayaan (surplus) kepada pihak yang kekurangan dana (defisit) berperan sebagai lembaga perantara keuangan. Investor disini adalah pihak yang surplus dalam kaitannya dengan keuangan.

Siapakah pihak-pihak surplus ini? Dalam kaitannya dalam investasi dan sumber dana yang digunakannya, investor dapat dibagi. Pertama, adalah investor domestik yaitu adalah investor yang berasal dari dalam negeri yang menyusun portofolio asetnya di pasar modal dalam negeri. Kedua adalah investor asing, yaitu investor yang memiliki sejumlah dana dari luar negeri yang menyusun portofolio asetnya pada sejumlah negara yang berbeda.

Investasi asing yang datang ke negara-negara lain sebenarnya memiliki motif klasik yang meliputi, motif mencari bahan mentah atau sumber daya alam, mencari pasar baru dan meminimalkan biaya. Dari motif klasik tersebut kadangkala investor memiliki motif lain yaitu motif mengembangkan teknologi. Investor menyalurkan dananya ke negara lain biasanya tidak hanya membawa satu motif saja tetapi bisa karena beberapa motif sekaligus.

Paling tidak ada empat cara investor dapat masuk ke suatu negara: distressed asset investment, strategic investment, direct investment dan portfolio investment. Distressed asset investment adalah investasi yang dilakukan untuk mendapatkan kepemilikan atau membeli hutang suatu perusahaan dalam kesulitan keuangan. Kedua, strategic investment secara umum investor asing mengakuisisi perusahaan yang memiliki pangsa pasar cukup luas dan berada dalam segmen bisnis serta faktor lokasi yang mendukung strategi ekspansi perusahaan investor. Ketiga yakni investasi langsung (direct investment) biasanya berlangsung pada sektor yang belum begitu berkembang, misalnya pembangunan yang sarat teknologi atau pembangunan di sektor otomotif, biasanya perusahaan. Keempat adalah portofolio investment yaitu investasi dalam surat hutang dan saham di pasar modal.

Portofolio investment inilah yang selama ini menjadi perhatian banyak praktisi di bidang pasar modal. Mengapa demikian? Karena jenis investor ini merupakan yang paling cepat memindahkan eksposurnya di suatu negara jika terjadi gejolak (politik, ekonomi, kurs) yang diintrepretasikan sebagai ketidakpastian. Mereka juga adalah investor yang memiliki pilihan paling luas dibanding ke tiga jenis investor di atas. Sehingga jika ada kejadian tertentu baik secara makro, sekoral ataupun regulasi pemerintah, maka investor ini adalah yang lebih rentan dan sensitif terhadap refleksi atas informasi tersebut. Besarnya nilai investasi asing yang masuk atau keluar, praktis juga akan mempengaruhi pasar secara keseluruhan akibat adanya volume transaksi yang besar.

Peranan modal asing dalam pembangunan negara telah lama diperbincangkan oleh para ahli ekonomi pembangunan. Secara garis besar menurut Chereney dan Carter yaitu pertama, sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh emerging country sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perubahan struktur produksi dan perdagangan. Ketiga, modal asing dapat berperan penting dalam mobilisasi dana maupun transformasi struktural. Keempat, kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi (meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif).

EMERGING MARKET IN EMERGING COUNTRY

Indonesia sempat mengalami kehancuran ekonomi yang selama ini telah dibangun melalui sendi-sendi kebijakan orde baru mulai merangkak kembali menyusun fondasi perekonomiannya. International Financial Corporation (IFC) mengkaitkan klasifikasi bursa saham dengan klasifikasi negara. Jika negara tersebut masih tergolong sebagai negara berkembang, maka pasar di negara tersebut juga dalam tahap berkembang, meskipun bursa sahamnya berfungsi penuh dan diatur secara baik.

Pasar modal berkembang dapat diidentifikasi melalui suatu negara, apakah negara tersebut merupakan negara maju atau tergolong negara berkembang. Indikatornya adalah pendapatan perkapita dari suatu negara, biasanya yang termasuk dalam negara berpenghasilan rendah sampai menengah. Namun karakteristik yang paling mencolok adalah dilihat nilai kapitalisasi pasarnya yaitu banyaknya perusahaan yang tercatat, kumulatif volume perdagangan, keketatan peraturan pasar modal, hingga kecanggihan dan kultur investor domestiknya.

Konsekuensi pasar modal berkembang adalah nilai kapitalisasi pasarnya yang kecil. Ukuran suatu kapitalisasi pasar biasanya dilihat dari rasio perbandingan dengan nilai produk domestik bruto suatu negara. Selain itu konsekuensi lainnya adalah terdapatnya volume transaksi perdagangan yang tipis (thin trading) yang disebabkan oleh ketidaksingkronan perdagangan (non-syncronous trading) di pasar. Perdagangan yang tidak singkron disebabkan oleh banyaknya sekuritas yang teracatat tidak seluruhnya diperdagangkan, artinya terdapat beberapa waktu tertentu dimana suatu sekuritas tidak terjadi transaksi (Hartono, 2003).

Indonesia yang sampai saat ini masih tercatat di IFC masih sebagai negara berkembang dengan iklim investasi terburuk di regional Asia Timur. Walaupun dengan catatan seperti itu, pada kenyataannya kita masih dilirik oleh investor asing. Kenyataannya bahwa terdapat perusahaan-perusahaan nasional dengan notabene berada di sektor strategis negara, ditawar oleh beberapa institusi asing melalui akuisisi saham. Terdapatnya aliran dana masuk sebagai investasi yang pada umumnya merupakan penanaman modal asing seharusnya bisa menjadi pendongkrak perekonomian secara makro.

Alasan utama investor asing memindahkan dananya ke negara berkembang adalah karena negara berkembang memiliki potensi-potensi usaha yang belum tergali seluruhnya, seperti pada motif klasik investasi ke negara lain. Michael Fairbanks dan Stace Lindsay konsultan senior pada Monitor Company mengemukakan tujuan investor asing datang ke negara-negara miskin yaitu biasanya hanya melihat kesempatan untuk menarik sumber daya alam , upah kerja murah dan sebagai sasaran produk atau jasa yang tidak berkualitas bagus.

Namun terdapat alasan lain yang mendampingi motif tersebut, yaitu perbedaan yang mencolok dengan negara maju. Jika kita gunakan pendekatan daur hidup usaha maka negara berkembang masuk dalam kategori bertumbuh (growth) dibanding negara maju yang masuk dalam kategori matang (mature). Artinya bahwa terdapat daya tarik dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang tentu saja disertai oleh return yang tinggi pula, karena pertumbuhan ekonomi merupakan indikator agregat dari industri di suatu negara. Misalnya bisnis telekomunikasi selular di Indonesia yang tergarap secara padat baru di Pulau Jawa saja, sedangkan di luar itu masih berpotensi tinggi untuk dijadikan pangsa pasar baru.

PERAN PEMERINTAH DAN INVESTOR DOMESTIK DI PASAR MODAL BERKEMBANG

Mark Mobius praktisi dan ahli di industri investasi internasional mengemukakan bahwa dengan diperkenalkannya investor asing ke pasar tentu saja berfungsi sebagai katalis, yang mendorong investasi lokal. Modal asing yang masuk ke negara tertentu memungkinkan bisnis di negara tersebut untuk tumbuh dengan laju yang lebih cepat dibandingkan jika hanya memobilisasi sumber daya domestik.

Hanya saja arus uang yang berasal dari portofolio investment seringkali dikhawatirkan hanya aliran uang panas dari negara lain. Aliran dana yang sering dikenal sebagai capital fight ini dipandang oleh pemerintah sebagai investasi yang spekulatif, tidak dapat diandalkan dan cenderung sarat akan kegiatan ambil untung (profit taking) di pasar modal. Pada tahap selanjutnya dana seperti ini akan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi domestik.

Permasalahannya yang selalu menjadi momok di pasar modal ini sebenarnya telah banyak disuarakan oleh para ekonom, praktisi dan regulatori dalam industri ini. Hanya saja kita hanya seperti mendengar suatu informasi yang masuk dari telinga kiri keluar dari telinga kanan. Permasalahannya adalah untuk membuat kualitas aliran dana investasi tersebut bukan kuantitas aliran dananya. Kualitas investasi adalah jumlah dana yang diinvestasikan secara jangka panjang yang digunakan untuk membangun sektor riil.

Secara sederhana adalah dengan menjaga suatu kestabilan ekonomi makro (misalnya inflasi terkendali, ekonomi bertumbuh, dsb), salah satu cara untuk mewujudkannya yaitu dengan menciptakan suatu sistem pasar yang adil dan kompetitif. Kompetitif dan adil artinya bahwa tidak ada pihak yang diuntungkan secara berlebih akibat adanya informasi yang bias dan sebaliknya. Sebagai contoh adanya pungutan liar yang marak di negara kita yang dilakukan oleh oknum yang terjaring dalam suatu sindikasi tertentu, dengan membayar pungutan tersebut misalnya, perusahaan diperlancar dalam pengurusan perijinan dibanding perusahaan yang tidak melakukan hal itu. Pungutan liar juga mengandung ketidakpastian harga yang tinggi karena tidak terdapat standar yang jelas dan dilakukan secara ilegal. Pungutan liar dapat dikategorikan sebagai biaya akibat beban risiko yang menyebabkan biaya produksi lebih tinggi.

Douglass North mengemukakan biaya transaksi banyak berhubungan dengan kinerja ekonomi keseluruhan, semakin rendah biaya transaksi maka suatu negara akan semakin mengalami pertumbuhan ekonomi yang dapat dipertahankan. Secara spesifik, Gayle P. W. Jackson dalam artikelnya yang berjudul Pemerintahan untuk Pasar Modern mengemukakan bahwa untuk mengurangi ketidakpastian akibat biaya transaksi dapat dilakukan dengan meliputi, sistem kepemilikan yang jelas, penggunakan standar, sumberdaya yang beraneka dan meningkat, regulator yang ketat, memiliki basis data dan menjamin kelancaran penyebaran informasi sehingga terjadi iklim yang kompetitif untuk mengurangi informasi yang asimetris.

Sumber: Mobius on Emerging Market, 1998

Peran pemerintah sebagai fungsi regulator tidaklah cukup karena secanggih dan seketat apapun regulasi bila tidak dilakukan dengan kesadaran (awareness) yang tinggi pastinya akan berjalan setengah-setengah dan berikutnya setiap pelaku akan selalu mencari celah dari regulasi tersebut. Pemerintah layaknya juga harus dapat peran sebagai guarantor yang memberikan jaminan kepada investor baik domestik maupun asing. Jaminan kepastian ekonomi tidak lah cukup, pemerintah entah bagaimana caranya harus bisa memberikan kepastian hukum dan kepastian kondisi politik. Karena dua faktor tersebut juga berkaitan erat dengan faktor kultur sumber daya manusia.

Pernak-pernik utopis yang selama ini dijadikan kampanye secara besar-besaran oleh pemerintah seharusnya mulai benar-benar dijalankan. Harapannya adalah dapat terjadinya efek merembes kebawah (trickle down effect) yaitu dengan merubah kultur, tingkah laku dan perilaku pemerintah yang memberikan sokongan moral ke masyarakat. Tetapi hal ini tidak serta merta dapat berhasil dengan sendirinya, pemerintah juga harus bisa membimbing masyarakat untuk berani menjadi invetor domestik sehingga terjadi suatu gerakan dari bawah ke atas (bottom up).

Pasar modal seperti ini memiliki kecenderungan return tinggi tetapi tinggi pula risikonya. Momentum aliran dana asing selama ini yang menghiasi pasar modal Indonesia sebaiknya juga disambut dengan aliran dana domestik untuk dapat meningkatkan kapitalisasi pasar. Dengan cara seperti itu peran pasar modal sebagai penggerak roda pembangunan dan peningkat kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Pasar modal tidaklah hanya dikuasai oleh satu atau dua kelompok saja tetapi merupakan sebuah sistem yang terintegrasi untuk bergerak bersama-sama antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat.

SUMBER  : http://kumpulan-artikel-ekonomi.blogspot.com/2010/06/blog-post.html

softskill# TULISAN BAHASA INDONESIA


Mengenal Kredit Tanpa Agunan dan Dengan Agunan


Bagi Anda yang sedang atau pernah mengajukan pinjaman, baik itu ke bank atau lembaga keuangan lain, mungkin pernah mendengar kata kredit dengan agunan (KDA) dan tanpa agunan (KTA).
Meskipun sama-sama fasilitas yang diberikan untuk keperluan utang, namun keduanya memiliki bentuk yang berbeda.
Namun sebelum membahas lebih jauh, mari kita mengenal apa saja perbedaan kedua jenis pinjaman ini. Kredit dengan agunan adalah fasilitas utang yang terikat pada aset untuk dijadikan sebagai jaminan atas pelunasannya.
Untuk bisa mendapatkan pinjaman jenis ini, biasanya Anda baru bisa menerimanya setelah melewati proses selektif yang relatif lama. Sebab bank membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menaksir nilai jaminan yang diberikan, baru kemudian memutuskan apakah agunan yang diberikan itu layak atau tidak.

Namun, tidak semua barang bisa dijadikan agunan, sebab bank atau lembaga pemberi pinjaman lain biasanya akan meminta aset yang nilainya minimal sama dengan jumlah kredit yang telah diajukan. Contoh produk yang bisa dijadikan jaminan antara lain mobil, kapal, tanah, rumah, gedung dan sebainya.
Contoh pinjaman yang biasanya membutuhkan jaminan antara lain pinjaman pribadi, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan kredit kendaraan.
Sementara kredit tanpa agunan adalah kebalikannya karena tidak memerlukan jaminan untuk pelunasannya. Maklum saja, pinjaman jenis ini biasanya memiliki batas (plafon) yang tidak terlalu tinggi, dalam jangka waktu pendek, dan punya suku bunga tinggi.
Berbeda dengan KDA, pinjaman jenis ini bisa Anda terima setelah melewati proses selektif yang tidak terlalu sulit. Mengingat pihak kreditur tidak meminta jaminan untuk pelunasannya, melainkan hanya menyeleksi dengan memperhatikan riwayat performa pembayaran tagihan dan kemampuan melunasi utang.
Untuk informasi, riwayat kredit bisa bank peroleh di Bank Indonesia, sementara untuk kemungkinan pemenuhan pembayaran bisa dilihat dari slip gaji, NPWP, dan berbagai dokumen lain yang menunjukkan keuangan Anda sehat atau tidak.
Jenis ini biasanya lazim digunakan pada penggunaan kartu kredit dan pinjaman pembelian produk-produk konsumtif seperti alat elektronik, furnitur, dan lain-lain.
Lalu, apa sih keunggulan dan kekurangan KTA dan KDA? Ini dia ulasannya.

1. Kredit Dengan Agunan

  • Namun, keuntungan yang paling bisa dirasakan adalah nilai suku bunga yang rendah, jangka waktu yang lebih panjang, dan plafon yang bisa mencapai nilai ratusan juta bahkan miliaran rupiah kalau membeli rumah dengan skema KPR. Sebagai contoh, bila Anda meminjam uang untuk pembelian rumah seharga Rp 500 juta. Anda bisa melunasi utang tersebut hingga 15 sampai 20 tahun.
  • Beberapa bank juga sudah menawarkan pilihan untuk melunasi KDA dengan waktu lebih cepat dari kesepakatan. Hal ini disebabkan karena makin cepat pinjaman lunas, maka keuntungan mereka bisa semakin tinggi.
  • Namun nilai minusnya adalah, ketika Anda tidak bisa melunasi cicilan tepat waktu, maka aset yang dijadikan jaminan bisa direbut oleh pihak kreditur. Setelah diambil agunan itu nantinya akan dijual.
  • Lalu, apakah masalah sudah selesai? Belum. Bila nilai aset ternyata lebih kecil dari pinjaman, Anda masih harus membayar selisihnya.

2. Kredit Tanpa Agunan

  • Kekurangan yang paling dirasakan dari KTA adalah nilai suku bunga yang lebih tinggi dari KDA, pelunasan yang harus dilakukan dalam jangka pendek, dan plafon batas pinjaman yang kecil.
  • Sebagai contoh, untuk penggunaan kartu kredit, biasanya plafon tertinggi hanya bernilai Rp 50 juta. Jumlah tersebut harus bisa dilunasi dalam jangka waktu 1 sampai 2 tahun. Cukup sebentar bukan?
  • Nah, keunggulan dari KTA adalah bila debitur mengalami kredit macet, maka tidak ada aset yang perlu disita kreditur. Tetap mereka akan langsung melaporkan situasi tersebut pada Bank Indonesia yang nantinya akan meng-update riwayat cicilan menjadi negatif.
  • Bersiap-siaplah untuk dikejar-kejar oleh penagih utang atau debt collector. Bila Anda masih belum bisa membayar, bank baru berhak untuk menyita aset termasuk gaji berdasarkan keputusan pengadilan perdata.
Pertanyaannya sekarang adalah, mana diantara keduanya yang lebih baik diambil?
Jawabannya adalah tergantung dari urgensi Anda untuk berutang kepada lembaga yang bersangkutan. Perlu diingat, pinjaman bisa membantu keuangan untuk mencapai berbagai tujuan dengan lebih mudah dan cepat asalkan mampu untuk melunasinya.
Bila memerlukan pinjaman dalam jumlah besar dengan waktu pelunasan yang panjang, maka KDA adalah pilihan terbaik. Namun bila hanya membutuhkan dana dalam jumlah yang tidak begitu besar namun sanggup melunasinya dalam jangka waktu pendek, KTA adalah jawabannya.
Sebagai saran, apapun jenis pinjaman yang dipilih, tentukan jenis kredit yang sesuai dengan kebutuhan agar Anda tidak masuk dalam jeratan hutang dan jagalah kepercayaan pihak kreditur dengan tidak pernah telat membayar cicilan. Semoga bermanfaat sobat.

sumber  : https://kreditgogo.com/artikel/Keuangan-dan-Anda/Mengenal-Kredit-Tanpa-Agunan-dan-Dengan-Agunan.html

SOFTSKILL# TULISAN BAHASA INDONESIA


Perbedaan Pengelolaan Keuangan Pada Pria Dan Wanita

Ada petuah bijak yang menyatakan bahwa kebiasaan akan terbawa menjadi karakter. Hal ini sedikit banyak cocok untuk dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan keuangan. Pria dan wanita tentu saja mempunyai kebiasaan yang berbeda, dan hal ini berimbas pada karakter mereka yang bisa kita amati dalam mengelola keuangan. Apa sajakah kebiasaan mereka dan bagaimana kecenderungan mereka dalam mengelola keuangan? Apakah pria lebih baik dalam mengelola keuangan atau sebaliknya wanita yang lebih bagus? Ulasan di bawah ini akan memberikan gambaran kebiasaan pria dan wanita dalam mengelola keuangan mereka yang dirangkum berdasarkan hasil survei dan dapat Anda cocokkan dengan pengamatan di lingkungan sekitar Anda.

Kecenderungan Wanita dalam Mengelola Keuangan

Berdasarkan hasil survei Citibank Indonesia dalam Citi Fin-Q (Financial Quotient) 2009 dengan responden yang semuanya adalah wanita di beberapa kota besar di Indonesia, menyebutkan bahwa separuh dari wanita yang menjadi responden tersebut tidak mempunyai rencana pengelolaan keuangan yang baik. Mengapa demikian? Anda bisa lihat uraian alasan mereka berikut ini.

1. Pola pikir tergantung pada suami atau pacar

Bagi wanita, prinsip “uangmu adalah uangku, dan uangku adalah uangku sendiri” memiliki arti bahwa wanita di Indonesia kebanyakan bergantung pada hasil nafkah dari suaminya, dan jika mereka punya penghasilan sendiri pun, maka biasanya penghasilan tersebut banyak dihabiskan untuk kesenangan pribadi tanpa perencanaan keuangan yang tepat. Hal ini terjadi bukan hanya saat sudah berkeluarga, tapi saat masih pacaran pun mereka sudah punya pola pikir cenderung tergantung pada pacarnya. Kebiasaan dalam kondisi ketergantungan pada suami tersebut berakibat wanita banyak yang tidak siap menghadapi kondisi darurat saat suami tidak mempunyai penghasilan lagi, misalnya saat kena PHK (pemutusan hubungan kerja) atau usahanya bangkrut, dan lebih celaka lagi manakala dia pun juga tidak mempunyai dana cadangan yang cukup.

2. Terbuai gaya hidup yang salah

Wanita identik dengan kecantikan, dan kecantikan sangat tergantung pada penampilan. Banyak wanita tergoda oleh gaya hidup modern yang belum tentu cocok dengan kondisi keuangannya. Mereka juga cenderung berpikir bahwa masih terlalu dini untuk menabung saat ini sehingga lebih memilih mengikuti tren gaya hidup terbaru ketimbang memulai menabung atau investasi sedini mungkin. Hal ini menjadi faktor penyebab kedua mengapa wanita cenderung tidak punya perencanaan keuangan yang baik.

3. Tergoda belanja berlebihan dan akhirnya terjebak utang yang banyak

Jika Anda amati, lebih dari separuh iklan produk di media baik cetak maupun online selalu menonjolkan produk yang menyasar kaum muda berusia di bawah 30 tahun. Mengapa demikian? Hal ini terkait kebiasaan meniru gaya hidup kaum hawa usia muda yang relatif lebih besar dibandingkan pria. Dan jika Anda mencoba usaha penjualan secara online, maka Anda akan temukan kenyataan bahwa menjual produk kepada wanita jauh lebih mudah ketimbang pria. Itulah salah satu kelemahan wanita dalam mengelola keuangan. Bagaimana jika tidak mempunyai uang? Kebiasaan konsumtif ini akan membawa mereka pada kondisi terbelit utang.

4. Pandangan yang salah tentang wanita karir

Wanita karir dianggap kurang feminin bagi banyak pria sehingga cenderung dihindari bagi sebagian besar wanita. Padahal dengan menjadi wanita karir, pergaulan mereka semakin luas sehingga wawasan tentang pengelolaan keuangan juga menjadi lebih baik. Di samping itu wanita juga bisa lebih leluasa dalam membuat perencanaan keuangan yang lebih baik jika mempunyai penghasilan sendiri.

5. Mudah trenyuh dan suka menolong

Wanita relatif punya perasaan yang lebih mudah empati kepada orang lain dibandingkan dengan pria, khususnya terhadap keluarga atau teman. Wujud empati tersebut lebih sering diwujudkan dalam bentuk pemberian bantuan atau pinjaman dalam bentuk materi atau uang. Hal ini sering kali mengganggu perencanaan keuangan yang telah dibuat.

Berdasarkan hasil survei global oleh Lois P. Frankel “Nice Girls don’t Get Rich” didapatkan perbedaan kecenderungan pria dan wanita dalam mengelola keuangan sebagai berikut:
Pria Wanita
Berinvestasi Menabung
Sejak kecil diajarkan berinvestasi dan membuat uang berkembang Sejak kecil diajarkan menabung dan mempersiapkan dana bila terjadi sesuatu dengan mereka
Membeli berdasarkan kebutuhan Membeli berdasarkan keinginan
Berani ambil risiko dalam berinvestasi Sangat khawatir dengan risiko investasi
Uang sebagai alat bersaing Uang sebagai alat untuk merawat
Mengeluarkan uang untuk diri sendiri Mengeluarkan uang untuk orang yang mereka kasihi
Menggunakan uang untuk persiapan masa depan Menggunakan uang untuk membiayai gaya hidup


Kecenderungan Pria dalam Mengelola Keuangan

Anda bisa membandingkan hasil survei Citi Fin-Q (Financial Quotient) dan Lois P. Frankel  di atas dengan survei global yang dilakukan oleh Dholakia, yang menemukan fakta terkait kebiasaan pria sebagai berikut:
  • Pria suka berbelanja sendiri, sementara wanita lebih suka berbelanja secara rombongan bersama teman-temannya
  • Pria sudah mencari info lebih dulu tentang produk yang akan dibeli, sementara wanita lebih suka melihat-lihat produk lebih dulu dan membandingkannya dengan yang lain
Selain itu, masih ada kebiasaan lain dari pria yang bisa berpengaruh terhadap perencanaan keuangan mereka. Kebiasaan yang paling berpengaruh terhadap perencanaan keuangan pria adalah kebiasaan berbelanja. Berikut ini kebiasaan dari pria selain uraian di atas:
  • 25% pria sering lupa membayar tagihan kartu kredit sehingga muncul denda dan bunga
  • Pria jarang berbelanja, tapi jika berbelanja mahal harganya
  • Jika sudah suka pada suatu barang, biasanya susah terkendali, berapa pun harganya akan dibeli
  • Pria juga cenderung tidak peduli terhadap pengelolaan keuangan dan menyerahkan kepada wanita (istrinya)
  • Pria jauh lebih berani dalam hal berutang dibandingkan dengan wanita. Perlu diingat bahwa salah satu faktor yang paling diperhitungkan dalam mengelola keuangan selain pendapatan adalah utang, dan pria punya kelemahan dalam hal ini
  • Pria lebih agresif dalam berinvestasi, di mana hal ini sering kali cenderung dipicu oleh faktor ego, kebanggaan, dan percaya diri yang berlebihan. Namun demikian, pria cenderung lebih sabar dan tidak mudah panik saat berinvestasi. Hal ini berbeda dengan wanita yang biasanya sangat panik apabila mereka mengalami kerugian dalam berinvestasi
  • Pria cenderung kurang disiplin terhadap anggaran yang sudah dibuat. Hal ini sering kali disebabkan oleh pergaulan pria yang lebih luas dibandingkan dengan wanita. Dan tentu saja semakin banyak pergaulan/teman, seseorang akan semakin kesulitan dalam mengontrol anggaran yang sudah dibuat

Kedua uraian perbedaan karakter di atas memberikan gambaran bahwa baik pria maupun wanita punya kelebihan dan kekurangan dalam mengelola keuangan mereka. Hal terpenting adalah pembagian tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan keluarga, misalnya pria cenderung mencari nafkah, wanita boleh membantu sebatas kerja sampingan, sementara fokus utama wanita adalah mengelola keuangan di mana pria juga harus paham target dan tujuan keuangan yang ingin dicapai ke depannya.
Bagaimana jika Anda belum menikah? Anda bisa belajar kekurangan dengan melihat uraian kecenderungan berdasarkan gender di atas sehingga Anda bisa paham untuk menutup kekurangan tersebut.

SUMBER  : http://www.imoney.co.id/articles/perbedaan-pengelolaan-keuangan-pada-pria-dan-wanita/

SOFTSKILL# TULISAN BAHASA INGGRIS

A strategic sales and marketing plan outlines specific customer markets a business will target with a sales and marketing campaign.It also delineates tactics the business will use to reach target consumers.These tactics can include advertising, brand building activities and product specials. Most effective strategies include an in-depth market assessment, budget and timeframe.

Significance

The strategic sales and marketing plan allows companies of any size to track progress toward sales and marketing objectives. It offers analyses of a company’s strengths and weaknesses in the area of sales and marketing along with activities to overcome the weaknesses and take full advantage of strengths. Without a sound strategic plan in place, those in charge of the sales and marketing responsibilities may make rash decisions during times of uncertainty and stress that are not well thought out and not best for business.

Length And Time Frame

Large companies produce in-depth sales and marketing strategies that may include hundreds of pages and quarterly divisions. Smaller businesses usually have smaller marketing budgets, so their strategic plans might have fewer than 10 pages. The brevity of the plans produced by smaller companies should not give the impression that writing one is not important. Even for small companies, the plan should include strategies and tactics for a full year, but probably will not need quarterly divisions.

Scope

A thorough sales and marketing strategy can include plans for messaging, building brand awareness and advertising tactics. The plan should define the frequency and length of time the company will utilize the various advertising channels and platforms available. Depending on demographics, one consumer group may respond better to a specific advertising platform, such as social media advertising, and others may prefer traditional advertising messages. The plan helps the marketing team target the specific consumer groups with the advertising methods those consumers prefer. Sales and marketing plans should provide qualitative and quantitative methods by which a business can measure success of the marketing campaigns.

Pricing

A strategic sales and marketing plan lists the price for various goods and the algorithms and factors used to arrive at the amount. Many factors go into the proper pricing of a product or service. Not only should a business consider its actual cost of goods, including packaging, payroll and other expenses, the marketing team must carefully consider their target consumer. Things that include seasonal activities, customer needs, competition and overall economic conditions should all factor into the price of a product or service.

Budget

Sales and marketing usually make up the largest portion of a company’s budget, regardless of company size. Each of the tactics and methods listed in the sales and marketing plan should have individual portions of the budget allocated to them. As the campaign progresses, the marketing team can move funds from less successful tactics to more successful ones, allowing more efficient uses of scarce resources.

SOURCE  : http://smallbusiness.chron.com/strategic-sales-marketing-plan-5068.html

SOFTSKILL# TULISAN BAHASA INGGRIS

Chances are you've heard the term before, but what exactly is the money market? It is the organized exchange on which participants can lend and borrow large sums of money for a period of one year or less. While it is an extremely efficient arena for businesses, governments, banks, and other large institutions to transact funds, the money market also provides an important service to individuals who want to invest smaller amounts while enjoying perhaps the best liquidity and safety found anywhere. Here we look at some of the most popular types of money market instruments and the benefits they offer to the individual investor.

Purposes of the Money Market
Individuals will invest in the money market for much the same reason that a business or government will lend or borrow funds in the money market: sometimes the need for funds does not coincide with having them. For example, if you find you have a certain sum of money that you do not immediately need (to pay down debt, for example), then you may choose to invest those funds temporarily, until you need them to make some other, longer-term investment, or a purchase. If you decide to hold these funds in cash, the opportunity cost that you incur is the interest that you could have received by investing your funds. If you do invest your funds in the money market, you can quickly and easily secure this interest.


The major attributes that will draw an investor to short-term money market instruments are superior safety and liquidity. Money market instruments have maturities that range from one day to one year, but they are most often three months or less. Because these investments are associated with massive and actively-traded secondary markets, you can almost always sell them prior to maturity, albeit at the price of forgoing the interest you would have gained by holding them until maturity.

The secondary money market has no centralized location. The closest thing the money market has to a physical presence is an arbitrary association with the city of New York; although, the money market is accessible from anywhere by telephone. Most individual investors participate in the money market with the assistance (and experience) of their financial advisor, accountant or banking institution.

Types of Money Market Instruments A large number of financial instruments have been created for the purposes of short-term lending and borrowing. Many of these money market instruments are quite specialized, and they are typically traded only by those with intimate knowledge of the money market, such as banks and large financial institutions. Some examples of these specialized instruments are federal funds, discount window, negotiable certificates of deposit (NCDs), eurodollar time deposits, repurchase agreements, government-sponsored enterprise securities, shares in money market instruments, futures contracts, futures options, and swaps.

Aside from these specialized instruments on the money market are the investment vehicles with which individual investors will be more familiar, such as short-term investment pools (STIPs) and money market mutual funds, Treasury bills, short-term municipal securities, commercial paper, and bankers' acceptances. Here we take a closer look at STIPs, money market mutual funds, and Treasury bills.

Short-Term Investment Pools (STIPs) and Money Market Mutual Funds Short-term investment pools (STIPs) include money market mutual funds, local government investment pools, and short-term investment funds of bank trust departments. All STIPs are sold as shares in very large pools of money market instruments, which may include any or all of the money market instruments mentioned above. In other words, STIPs are a convenient means of cumulating various money market products into one product, just as an equity or fixed income mutual fund brings together a variety of stocks, bonds, and so forth. STIPs make specialized money market instruments accessible to individual investors without requiring an intimate knowledge of the various instruments contained within the pool. STIPs also alleviate the large minimum investment amounts required to purchase most money market instruments, which generally equal or exceed $100,000.

Of the three main types of STIPs, money market mutual funds are the most accessible to individuals. These funds are offered by brokerage companies and mutual fund firms, which sell shares in these funds to their individual, corporate and institutional investors. Short-term investment funds are operated by bank trust departments for their various trust accounts. Local government investment pools are established by state governments on behalf of their local governments, allowing investors to purchase shares of local government investment funds.

Money market mutual funds are further divided into two categories: taxable funds and tax-exempt funds. Taxable funds place investments in securities such as Treasury bills and commercial papers that pay interest income that is subject to federal taxation once it is paid to the fund purchaser. Tax-exempt funds invest in securities issued by state and local governments that are exempt from federal taxation. These two categories of money market mutual funds provide different patterns of growth, each of which attracts different types of investors. (For more, see Money Market Mutual Funds, The Money Market: A Look Back and The Money Market tutorial.)

Treasury Bills (T-Bills) Treasury bills, commonly known as "T-bills," are short-term securities issued by the U.S. Treasury on a regular basis to refinance earlier T-bill issues reaching maturity, and to help finance federal government deficits. Of all money market instruments, T-bills have the largest total dollar value outstanding--a sum that as of 2004 exceeded $650 billion. In addition to scheduling regular sales of T-Bills, the Treasury also sells instruments called cash management bills on an irregular basis, by re-opening the sales of bills that mature on the same date as an outstanding issue of bills.

When T-bills were initially conceived, they were given three-month maturities exclusively; but bills with six-month and one-year maturities were subsequently added. Three-month and six-month bills sell in the regular weekly auctions, and another bill auction takes place every four weeks for the sale of one-year bills.

T-bills are sold through the commercial book-entry system to large investors and institutions, which then distribute those bills to their own clients, which may include individual investors. An alternative is Treasury Direct, which is run as a non-competitive holding system designed for small investors who plan to hold their securities until maturity. Individual bidders on Treasury Direct have their ownership recorded directly in book-entry accounts at the Department of the Treasury. If an investor purchases T-bills through the Treasury Direct system and wishes to sell them prior to maturity, he or she must transfer them to the commercial book-entry system. The transfer can be arranged only through a depository institution that holds an account at a Federal Reserve Bank; the person making the transfer is required to pay applicable transfer fees.

Conclusion When an individual investor builds a portfolio of financial instruments and securities, he or she typically allocates a certain percentage of funds towards the safest and most liquid vehicle available: cash. This cash component may sit in his or her investment account in purely liquid funds, just as it would if deposited into a bank savings or checking account. However, investors are much better off placing the cash component of their portfolios into the money market, which offers interest income while still retaining the safety and liquidity of cash. Many money market instruments are available to investors, most simply through well-diversified money market mutual funds. Should investors be willing to go it alone, there are other money market investment opportunities, most notably in purchasing T-bills through Treasury Direct. 
 
SOURCE  : http://www.investopedia.com/articles/04/071304.asp 

SOFTSKILL# TULISAN BAHASA INGGRIS

Pre-approach sales techniques stress learning as much as possible about your prospects before making the call. Pre-approach helps in making favorable first impressions and in developing effective sales closing presentations. Most techniques involve systematic procedures for gathering information using external sources and personal observation -- procedures analogous to sleuthing. What's often missing in pre-approach advocacy is emphasis on input from prospects themselves, and that is data that could be crucial in closing a sale. To get it requires listening.

Traditional Selling — Closing the Sale

Most sales models follow a linear progression of five to six selling steps: prospecting, pre-approach planning, approach, presentation, objections-rebuttals, and closing the sale. There is an abundance of closing techniques.
Traditional sales models with roots in the 1920s tend to emphasize objections-rebuttals and closing techniques. The end goal in traditional selling is to help the salesperson frame the appropriate rebuttal and "offer" that gets agreement, which gets the sale.
One common acronym for traditional selling is SELL: Show the features; Explain the advantages; Lead into benefits; Let them talk. The salesperson dominates the conversation in the SELL model, with the customer encouraged to express objections in the "Let them talk" phase. The main purpose of that, though, is to help the salesperson frame the appropriate rebuttal that gets the sale.

Pre-Approach In Traditional Selling

Traditional selling techniques do allow for discovering customer needs in the pre-approach phase, and more so in the approach phase, but the emphasis is less customer-oriented than with newer trends in relationship selling. Because the end game in traditional selling is overcoming objections to buying the product, salespeople sometimes view the things a potential customer says as mere "talking points" that are useful in getting the agreement that gets the sale.

The New Selling Dynamic: Relationship Selling

The customer in relationship selling sees the salesperson as a valued member of the company's procurement team, not simply a mere vendor. The relationship salesperson is focused on the customer rather than on the product or service being sold. The traditional sales paradigm centers on what's required to "sell the product." The relationship sales paradigm centers on what's required to help the customer "grow and prosper."

Pre-Approach in Relationship Selling

Although the sequential steps in relationship selling remain essentially the same as in traditional selling, there are subtle, yet profound, differences. Customer-focused relationship selling demands that you place top priority on uncovering customer needs. It is no longer simply an exercise in developing talking points to be incorporated into your closing sales "pitch." They are your raison d'etre for doing the pre-approach/approach phases.

Pre-Approach Steps to Relationship Selling

The distinction between traditional and relationship selling is about how the customer perceives you as a salesperson. Relationship selling is based on building trust. The following are a few guidelines to assist you in becoming a relationship salesperson:
1. Learn as much about your prospect as possible using all the resources at your disposal. 2. Learn as much about your competitors' products or services as you know about your own to be a helpful resource to your customers in making better, more informed decisions. 3. Uncover the customer's purchasing priorities. What's important? 4. Use customer-focused "benefit" language rather than product- or service-focused "features" language. 5. Don't talk; listen and ask probing questions.

SOURCE  : http://smallbusiness.chron.com/pros-cons-preapproach-sales-techniques-45435.html

SOFTSKILL# TULISAN BAHASA INGGRIS

Developing a marketing plan can seem like a daunting task, but with some research and planning a small business owner can develop strategies that can lead to an increase in the bottom line. A combination of traditional marketing techniques and innovative tools can create an effective plan. From branding to print materials and electronic marketing solutions like innovative tag barcodes, choices abound.

Branding

Branding is one of the most important marketing strategies a small business can implement. The brand message is the promise made by the company to the consumer. Decide what makes your products or services better than the competition. Your advantage might be price, quality, location and convenience--anything that would make the consumer gravitate to your products over the competitors. Then use proprietary colors, typeface, layouts, logos and taglines to identify your business in the mind of the consumer. Consistency is the key when developing a company brand.

Print Advertising and Marketing Materials

Print advertising and collateral marketing materials go hand in hand with branding. Consumers see your logo and other identifying graphics and instantly recognize that the advertisement comes from your company before they read a word. Advertisements may appear in newspapers, magazines, flyers and online sources. Additional print collateral material like brochures, catalogs, booklets and newsletters are also effective for marketing. Commercial printers that handle this type of printing can provide customization, quality and consistency.

Direct Mail

These days direct mail can also include direct email. The key to a successful direct mail strategy for any business, small or large, is targeting the audience. It is counter productive to mail a postcard offering cigars to young women with babies. You can do your own research, or purchase mailing lists to compile a targeted list of potential consumers. The list might be broken down by geographic area, interests or demographics like age, gender or income.

Social Networking

Besides putting up a website, small businesses can put popular social networking sites to work as a marketing strategy. Websites like Twitter and Facebook can be invaluable for describing existing products, introducing new products, offering promotions and announcing sales. YouTube, the video website, can be effective for companies with a product that requires a demonstration or for a manufacturing plant tour.

Electronic Barcode Technology

Electronic barcode technology like Microsoft Tag is becoming more and more popular as a marketing strategy for small business. A logo type graphic of approximately 1-inch square is placed on a business card, poster or any other printed piece. The consumer can then use a phone application to "read" the Tag. Your website or other online information then opens up for the consumer.

SOURCE : http://smallbusiness.chron.com/five-marketing-strategies-small-business-13877.html