TUGAS PRILAKU KONSUMEN :
MENGENAL
PERILAKU KONSUMEN
MELALUI
PENELITIAN MOTIVASI
Albari
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Islam Indonesia
Abstrak
Dalam
khasanah literatur tentang perilaku konsumen masih sulit ditemui bab
yang membicarakan
secara
khusus tentang prosedur dan teknik penelitian yang bisa mengungkap
motivasi konsumen untuk membeli
suatu
produk/merek tertentu. Untuk mengurangi kelemahan itu, tulisan ini
mencoba memberi tambahan wacana
penelitian
motivasi konsumen dengan mengajukan alternatif pengukuran data yang
disesuaikan dengan pendekatan
teori
motivasi yang digunakan.
Dibahas
pula teknik analisis statistika untuk memanfaatkan data yang berhasil
diperoleh serta implikasi
hasilnya
dalam pemasaran, sehingga dapat membantu dalam pengambilan kesimpulan
penelitian.
Kata
kunci: Perilaku konsumen, motivasi konsumen.
PENDAHULUAN
Ketika
konsumen sangat menginginkan suatu produk/merek,
tetapi
mereka tidak bisa memperoleh pilihan penawaran pemenuhan yang
cukup,
maka pemasar dapat memperoleh pengertian mengenai perilaku
konsumen
itu dengan mudah. Namun seiring dengan berkembangnya
perusahaan
dan pasar muncul tingkat persaingan yang semakin lama
semakin
ketat serta resiko kegagalan usaha yang semakin besar pula. Dan
pada
saat ini pemasar memerlukan data (perilaku) konsumen yang akurat,
sehingga
perusahaaan dapat mempertahankan, dan bahkan mengembangkan
keberadaanya
di pasar.
Melalui
penelitian, studi tentang konsumen dan perilakunya ini
dapat
dipahami. Meskipun hasil prediksi yang sempurna mungkin tidak
akan
diperoleh, namun usaha yang didesain dengan tepat akan dapat
mengurangi
risiko kegagalan pemasaran secara berarti, dibandingkan jika
pengambilan
keputusan manajerial tidak dilengkapi dengan data dari
pendapat
konsumen.
Dalam
pembahasan tentang perilaku konsumen, terdapat banyak
pengaruh
yang mendasari seseorang dalam mengambil keputusan
pembelian
suatu produk/merek yang harus dipelajari oleh pemasar. Pada
kebanyakan
orang, perilaku pembelian konsumen seringkali diawali dan
dipengaruhi
oleh banyaknya rangsangan (stimuli) dari luar dirinya, baik
JSB No.7
Vol. 1 Th. 2002
65
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi
ISSN:
0853 - 7665
berupa
rangsangan pemasaran maupun rangsangan dari lingkungannya
yang
lain. Rangsangan tersebut kemudian diproses (diolah) dalam diri,
sesuai
dengan
karakteristik pribadinya, sebelum akhirnya diambil keputusan
pembelian.
Karakteristik pribadi konsumen yang dipergunakan untuk
memproses
rangsangan tersebut sangat komplek1, dan salah satunya
adalah
motivasi konsumen untuk membeli.
Menurut
Wells dan Prensky (1996), motivasi sebagai titik awal dari
semua
perilaku konsumen, yang merupakan proses dari seseorang untuk
mewujudkan
kebutuhannya serta memulai melakukan kegiatan untuk
memperoleh
kepuasan. Sedangkan Schiffman dan Kanuk (1994)
menyatakan
bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri
individu
yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Kekuatan
dorongan
tersebut dihasilkan dari suatu tekanan yang diakibatkan oleh
belum
atau tidak terpenuhinya kebutuhan, keinginan dan permintaan.
Kemudian
bersama-sama dengan proses kognitif (berfikir) dan pengetahuan
yang
sebelumnya didapat, maka dorongan akan menimbulkan perilaku
untuk
mencapai tujuan atau pemenuhan kebutuhan. Proses ini dapat
ditunjukkan
seperti pada Gambar 1.
Dengan
demikian, jika seseorang mempunyai motivasi yang tinggi
terhadap
obyek tertentu, maka dia akan terdorong untuk berperilaku
menguasai
obyek tersebut. Sebaliknya jika motivasinya rendah, maka dia
akan
mencoba untuk menghindari obyek yang bersangkutan. Implikasinya
dalam
pemasaran adalah kemungkinan orang tersebut berminat untuk
membeli
produk/merek yang ditawarkan pemasar atau tidak.
Gambar
1:
Model
Proses Motivasi (Schiffman dan Kanuk, 1994)
Belum
terpenuhinya:
kebutuhan,
keinginan,
permintaan
Pengetahuan
Tekanan
Dorongan
Proses
kognitif
Pengurangan
tekanan
Perilaku
Tujuan/pemenuhan
kebutuhan
1
Kotler
(1994) menyebutnya kotak hitam pembeli.
66
JSB No.
7 Vol. 1 Th 2002
ISSN:
0853 – 7665
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii
Menyadari
pentingnya motivasi tersebut, maka tulisan ini mencoba
memberi
gambaran dalam melakukan penelitian tentang motivasi konsumen
untuk
membeli suatu produk/merek. Karena suatu penelitian tidak banyak
mempunyai
arti jika tanpa memberikan kontribusi atau perbaikan dalam
kehidupan
sehari-hari, maka tulisan ini akan dilengkapi pula dengan bahasan
implikasi
yang mungkin dapat diperoleh dalam kebijakan pemasaran.
KONTEKSTUAL
DAN KONDISIONAL
Pada
setiap kegiatan penelitian, seorang peneliti perlu
mengemukakan
secara jelas tentang pentingnya penelitian itu dilakukan
dengan
tema atau judul tertentu. Penjelasan itu memuat rincian alasan
atau
latar belakang yang komprehensif dan sesuai dengan konteks dan
kondisi
obyektif, seperti yang tersirat ditunjukkan dalam tema atau judul
penelitian
tersebut.
Konteks
penelitian berhubungan dengan penekanan penelitian
pada
aspek tertentu yang dianggap penting untuk diteliti, sedangkan
kondisi
bersangkutan dengan fenomena yang terjadi dan berkaitan dengan
realitas
obyek yang diteliti [perusahaan, produk, merek]. Jika kontekstual
merujuk
pada teori yang dipakai dan mendasari tema pokok penelitian,
maka
kondisi dapat dicerminkan oleh variabel, atribut, atau sifat dari
obyek
itu.
Untuk sampai pada tingkatan kondisional, maka variabel, atribut, atau
sifat
obyek harus sesuai dengan muatan teori yang dipilih dalam penelitian.
Demikian
eratnya hubungan antara kontekstual dan kondisional
penelitian
ini, sehingga tidak boleh terjadi dalam suatu penelitian terdapat
alasan
atau latar belakang penelitian yang tidak menyentuh penjelasan
tentang
teori dan obyek penelitian. Dengan kata lain, peneliti perlu
menjelaskan
teori yang digunakan dalam penelitian – diantara berbagai
teori
yang mungkin ada, dan obyek yang dipilih sudah harus tertentu.
Sebagai
ilustrasi, misalnya penelitian mengenai motivasi konsumen
untuk
membeli produk/merek X. Maka konteks penelitiannya adalah teori
motivasi
tertentu dengan segala aspek yang tersirat di dalamnya,
sedangkan
kondisi penelitiannya adalah harga, kualitas dan atribut yang
lain
dari produk/merek X, yang dapat mewakili penerapan aspek-aspek
teori
motivasi tadi secara obyektif.
Dalam
perkembangannya terdapat beberapa teori motivasi yang
dapat
digunakan sebagai dasar penelitian. Masing-masing teori akan
membawa
implikasi yang berbeda dalam teknik pengukuran, analisis, dan
implikasi
pemasarannya. Namun secara sederhana, penelitian motivasi perlu
bertolak
pada teori tertentu dan berusaha mengungkap semua faktor atau
kaadaan
yang mendasari atau dorongan bawah sadar yang dapat
berpengaruh
pada perilaku konsumen, seperti atribut penting dari produk
JSB No.
7 Vol. 1 Th. 2002
67
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi
ISSN:
0853 - 7665
atau
jasa pada target konsumen yang dituju (Thomas, 1998). Di antara
teori
motivasi yang ada dan dapat dijadikan acuan penelitian konsumen
yaitu:
teori kebutuhan Maslow dan teori psikoanalitik kepribadian Freud.
Secara
konvensional pembahasan tentang motivasi banyak
didasarkan
pada teori hirarki kebutuhan manusia dari Maslow. Teori ini
berusaha
menjelaskan motivasi manusia melalui pemenuhan kebutuhan
biologi
dan psikologi manusia, berupa kebutuhan fisiologis, keamanan,
sosial,
penghargaan diri, dan aktualisasi diri (Solomon, 1999). Dalam konteks
pemasaran,
kebutuhan fisiologis dapat berupa cerminan kemampuan
konsumen
untuk membeli dengan harga atau biaya tertentu, kebutuhan
kaamanan
berupa tingkat kaamanan dalam menggunakan produk/merek
(misalnya
garansi, pelayanan purna jual, atau tersedianya suku cadang),
kebutuhan
sosial dicerminkan oleh kegunaan produk dalam hubungannya
dengan
masyarakat, kebutuhan penghargaan diri dapat berupa bagian
produk/merek
yang bisa mengangkat citra diri konsumen, dan kebutuhan
aktualisasi
diri dapat ditunjukkan oleh kegunaan utama produk/merek yang
dapat
menunjang pencapaian potensi diri konsumen.
Dapat
terpenuhinya suatu kebutuhan akan menimbulkan motivasi
untuk
memenuhi kebutuhan yang lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut
tersusun
dalam sebuah jenjang dari tingkatan yang paling mendesak
sampai
dengan yang kurang mendesak, meskipun bukan berarti harus
dimulai
dari kebutuhan fisiologis ke atas sampai dengan kebutuhan
aktualisasi
diri. Tetapi selalu ada kemungkinan pengecualian dari
kecenderungan
tersebut. Seseorang kadang-kadang justru lebih termotivasi
untuk
memenuhi kebutuhan aktualisasi karena dia ingin memacu
pencapaian
potensi dirinya, walaupun dia mengalami kesulitan untuk
membeli
produk/merek tertentu.
Secara
umum motivasi yang dominan dari seseorang untuk
memenuhi
kebutuhan dapat berbeda satu dengan yang lain, meskipun
obyek
pemenuhannya sama. Demikian pula urutan pentingnya pemenuhan
kebutuhan
yang dapat menimbulkan motivasi itu. Sebagai contoh motivasi
dosen
dan mahasiswa tentang pembelian atau pemilikan sebuah mobil.
Berdasarkan
tingkatan kondisional atribut mobil, jika harga sebuah mobil
dapat
dijadikan sebagai cerminan pemenuhan kebutuhan fisiologis,
kemudahan
melakukan servis – misalnya untuk perawatan dan perbaikan,
sebagai
kebutuhan keamanan, kapasitas penumpang untuk mencerminkan
pemenuhan
kebutuhan sosial, bentuk fisik mobil – misalnya tampilan eksterior
atau
interior, merujuk kebutuhan penghargaan, dan kecanggihan teknologi
yang
tersedia –misalnya untuk keamanan atau kenyamanan diri, sebagai
cerminan
aktualisasi diri, maka bagi seorang dosen kemungkinan
kecanggihan
mobil lebih penting dibandingkan bentuk fisik, kapasitas
penumpang,
kemudahan melakukan servis dan harga mobil, karena dengan
68
JSB No.
7 Vol. 1 Th 2002
ISSN:
0853 – 7665
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii
rasa
aman dan nyaman yang diperolehnya selama dalam perjalanan
menggunakan
mobil tersebut dia dapat menggunakan energi yang masih
prima
untuk melakukan pekerjaan lain secara optimal. Sedangkan bagi
seorang
mahasiswa yang kemampuan keuangannya relatif terbatas, faktor
harga
mungkin lebih penting dari pada kecanggihan mobil, bentuk fisik,
kapasitas
penumpang dan kemudahan melakukan servis.
Jika
halnya demikian, ketika dosen yang bersangkutan membeli
mobil,
mungkin dia lebih cenderung termotivasi untuk memenuhi kebutuhan
aktualisasi
diri daripada kebutuhan penghargaan, sosial, keamanan, dan
fisiologis.
Sedangkan bagi mahasiswa tersebut cenderung mempertimbangkan
kebutuhan
fisiologis dibandingkan pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri,
penghargaan,
sosial dan keamanan.
Adapun
Freud mengemukakan pendapat tentang teori psikoanalitik
kepribadian
bahwa sesorang itu dalam berperilaku dipengaruhi oleh id,
superego
dan ego. Id adalah bagian dari kepribadian yang sifatnya primitif
dan
impulsif serta dipunyai seseorang sejak lahir, berisi pengharapan-
pengharapan
yang memerlukan pemuasan secepatnya, dan aktualisasinya
dapat
menghasilkan tindakan bawah sadar yang dapat saling berlawanan
dengan
realitas yang nampak. Sedangkan superego merupakan ekspresi dari
dalam
diri seseorang yang berhubungan atau dikembangkan dari nilai-nilai
moral
masyarakat, yang aktualisasinya berupa tindakan bawah sadar yang
dapat
menghambat atau mengurangi kekuatan impulsif id. Adapun ego
merupakan
konsep pengendalian seseorang, yang berfungsi sebagai
penyeimbang
antara kekuatan impulsif dari id dengan konstrain budaya
masyarakat
dari superego (Schiffman dan Kanuk, 1994). Ketiga faktor
psikoanalitik
tersebut mempunyai kedudukan yang sama pentingnya antara
satu
dengan yang lain dalam mempengaruhi perilaku. Sebab apabila terjadi
salah
satu lebih dominan dibandingkan yang lain akan menimbulkan
ketimpangan
perilaku. Jika id dibiarkan sangat dominan, maka seseorang akan
cenderung
mementingkan diri sendiri. Sedangkan jika superego menguasai
kepribadian
seseorang, dia akan rendah diri dan takut menempuh resiko
hidup.
Adapun jika ego terlalu besar kendalinya terhadap id dan superego
perilaku
seseorang akan menjadi sulit diterima oleh orang lain.
Sebagai
contoh perlunya keseimbangan ketiga hal tersebut adalah
tentang
suatu produk/merek baru yang relatif mahal harganya akan dibeli
seseorang
bukan semata-mata karena kualitasnya yang baik (ego), tetapi
juga
karena harga yang mahal dapat meningkatkan status dan harga diri
pembelinya
(id). Kemungkinan pembelian produk yang mahal itu mungkin
dapat
ditunda, atau bahkan dibatalkan, apabila kondisi perekonomian yang
sedang
buruk. Hal ini supaya yang bersangkutan tidak dianggap sombong
dan
menghambur-hamburkan uang, sehingga tidak menimbulkan
kecemburuan
sosial masyarakat lingkungannya (superego).
JSB No.
7 Vol. 1 Th. 2002
69
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi
ISSN:
0853 - 7665
PENGUKURAN
MOTIVASI
Sebagai
bagian dari aspek psikologis manusia, pengukuran
motivasi
dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pengukuran yang
disesuaikan
dengan teori yang mendasari penelitian yang dilakukan. Selain
melalui
pendekatan secara kualitatif, motivasi konsumen juga dapat
diketahui
dengan pendekatan secara kuantitatif, yaitu dengan melakukan
kegiatan
survei melalui penyebaran angket kepada konsumen. Isi utama dari
angket
berupa identifikasi motivasi konsumen yang merujuk pada aspek-
aspek
penting dari teori motivasi yang digunakan dan yang ingin diketahui
oleh
peneliti. Di samping itu, menurut Darrel dan kawan-kawan (1994)
konsumen
diminta untuk menilai produk atau jasa menurut perasaan
emosional
mereka atau yang dapat meningkatkan nilai mereka.
Demikian
pula skala pengukuran yang dipakai. Misalnya jika
penelitian
menggunakan teori hirarki kebutuhan manusia dari Maslow,
peneliti
dapat memilih menggunakan pengungkapan pernyataan konsumen
berupa
data angket berskala tertentu. Hal itu diperlukan juga dalam
penerapan
penggunaan teori psikoanalitik kepribadian Freud. Pemilihan
skala
pengukuran ini sekali lagi, tergantung pada teori motivasi yang
dipakai.
Pemakaian
skala ordinal dalam suatu penelitian bisa bermanfaat
untuk
mengungkapkan pernyataan mengenai lebih daripada atau kurang
daripada,
tanpa menyatakan nilai lebih besar atau kurangnya; skala ordinal
mempunyai
urutan pernyataan, tetapi tidak mempunyai jarak dan asal mula
yang
unik (Cooper dan Emory, 1995). Dengan skala ordinal responden
penelitian
dapat menyatakan pendapat tentang urutan (ranking) pentingnya
karakteristik
suatu obyek penelitian (Sekaran, 1994).
Menilik
karakteristik skala ordinal tersebut, maka penelitian
motivasi
konsumen dengan menggunakan teori hirarki kebutuhan manusia
dari
Maslow nampaknya akan lebih sesuai apabila menggunakan skala
pengukuran
ordinal. Jika halnya demikian, satu contoh penerapan hipotesis
mengenai
pengukuran motivasi konsumen ini dapat diberikan seperti yang
terlihat
dalam Gambar 2.
Gambar 2
berikut ini menunjukkan atribut yang dianggap penting
oleh
konsumen mengenai pilihannya untuk membeli mobil X. Dan
pengukuran
tentang pentingnya atribut-atribut yang dapat memotivasi
konsumen
tersebut bisa dilakukan dengan dua cara. Pada cara yang
pertama
(Contoh 1) nilai bobot diberikan secara langsung oleh konsumen
dengan
menuliskan besarnya angka bobot untuk masing-masing atribut2.
2
Nilai
masing-masing atribut dapat sangat bervariasi besarnya; semakin besar
total
bobotnya
(bisa 1, 10, 100 dan lain-lain) akan semakin banyak kemungkinan
variasi nilainya.
70
JSB No.
7 Vol. 1 Th 2002
ISSN:
0853 – 7665
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii
Dengan
melihat besarnya nilai yang diberikan tersebut dapat diketahui
dengan
mudah bahwa suatu atribut dianggap lebih penting oleh konsumen
dibandingkan
dengan atribut yang lain untuk membeli mobil X. Semakin
besar
nilainya, semakin penting atau dominan atribut itu dalam keputusan
pembelian
mobil X.
Gambar
2: Contoh Pengukuran Motivasi dengan Skala Ordinal
Contoh
1:
Berilah
bobot (angka) pada atribut produk/merek mobil sedan X di bawah ini.
Besarnya bobot
(angka)
dimaksud menunjukkan pentingnya atribut yang memotivasi Anda untuk
membeli
produk/merek
mobil X tersebut. Total bobot (angka) adalah 10.
___
Harga yang terjangkau
___
Lekuk eksterior yang meliuk tegas
___
Penggunaan bahan bakar yang irit
___
Kombinasi interior yang lembut
___
Kemudahan melakukan servis
___
Kecanggihan teknologi yang dipakai
___
Kapasitas penumpang banyak
Contoh
2:
Berilah
urutan pilihan (1 sampai dengan 6) terhadap atribut produk/merek
mobil X di bawah ini.
Urutan
atribut menunjukkan pentingnya atribut tersebut dalam memotivasi Anda
untuk membeli
produk/merek
mobil X.
___
Harga yang terjangkau
___
Lekuk eksterior yang meliuk tegas
___
Penggunaan bahan bakar yang irit
___
Kombinasi interior yang lembut
___
Kemudahan melakukan servis
___
Kecanggihan teknologi yang dipakai
___
Kapasitas penumpang besar
Sedangkan
pada cara yang kedua (Contoh 2) konsumen diminta
mengurutkan
pentingnya atribut-atribut yang ada, kemudian berdasarkan
urutan
tersebut peneliti memberi skor tertentu. Nilai skor bersifat unipolar
(satu
kutub,
yang sebaiknya adalah positif). Misalnya jika konsumen memilih
‘harga
yang terjangkau’ sebagai urutan pertama, atribut ‘kapasitas
penumpang
besar’ pada urutan kedua dan setrusnya, maka atribut harga
tersebut
diberi skor 7, atribut kapasitas diberi skor 6 dan seterusnya.
Pengskoran
unipolar seperti itu diasumsikan lebih tepat dilakukan
untuk
pengukuran motivasi. Asumsi ini bertolak dari wacana bahwa tidak
ada
sesuatu yang tidak menimbulkan motivasi, sehingga suatu atribut
produk/merek
yang dianggap (sama sekali) tidak penting tidak seharusnya
kemudian
dianggap tidak akan memotivasi konsumen, yang benar yaitu
atribut
tersebut kurang memotivasi konsumen. Jika hal ini betul, maka nilai
skor
terendah dalam katagori tersebut seharusnya bukan 0 (nol), tetapi
1
(satu).
Adapun
penggunaan skala interval bermanfaat untuk memperoleh
data
dari pernyataan responden tentang penentuan kesamaan interval atau
selisih;
ciri-ciri skala interval pada suatu pernyataan adalah berurutan dan
JSB No.
7 Vol. 1 Th. 2002
71
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi
ISSN:
0853 - 7665
berjarak
sama antara nilai tanggapan yang satu dengan yang lain, tetapi
tidak
mempunyai asal mula yang unik (Cooper dan Emory, 1995).
Pengukuran
dengan skala ordinal dapat diubah menjadi skala interval,
apabila
suatu obyek tidak lagi mempunyai urutan pentingnya karakteristik
obyek
itu, tetapi masing-masing karakteristik dianggap sama pentingnya
(Sekaran,
1994).
Dengan
dasar penjelasan tersebut, maka pengukuran motivasi
konsumen
yang bertolak dari teori psikoanalitik kepribadian dari Freud
nampaknya
cenderung lebih cocok menggunakan skala pengukuran
interval,
karena –berdasarkan uraian teori Freud sebelumnya– santara
karakteristik-karakteristik
pada konsep id, superego dan ego adalah sama
pentingnya
atau setara. Dengan asumsi itu dapat dibuat aplikasi pengukuran
motivasi
konsumen untuk membeli mobil X, yang hipotesisnya bisa
dicontohkan
seperti yang nampak pada Gambar 3.
Gambar
3: Contoh Pengukuran Motivasi dengan Skala Interval
Berilah
tanda silang [X] di bagian kolom tanggapan penting-tidak penting
untuk
masing-masing pernyataan yang ada.
PERTANYAAN
:
Saya
membeli mobil X karen :
Harga
yang terjangkau
Penggunaan
bahan bakar yang irit
Kemudahan
melakukan servis
Kapasitas
penumpang besar
Lekuk
eksterior yang meliuk tegas
Kombinasi
interior yang lembut
Kecanggihan
teknologi yang dipakai
JAWABAN
:
Penting
|__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting
Penting
|__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting
Penting
|__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting
Penting
|__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting
Penting
|__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting
Penting
|__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting
Penting
|__|__|__|__|__|__|__| Tidak penting
Pada
Gambar 3 tersebut pernyataan tentang atribut produk/merek
mobil X
dikemukakan lebih rinci dari pada contoh pada Gambar 2, karena
tuntutan
pengukuran penelitian dengan skala interval serta aplikasi
pengungkapan
teori Freud memang demikian. Sedangkan tanggapan
pernyataan
dari konsumen dinilai secara unipolar dengan skor 7 (sangat
penting)
ke skor 1 (tidak penting), dengan penjelasan (alasan) sifat
pengskoran
unipolar seperti yang telah dikemukakan pada Contoh 2 dari
Gambar
23. Dengan cara pengukuran ini skor pada masing-masing atribut
kemungkinan
bisa mempunyai nilai yang sama (7 semua, 1 semua, dan
sebagainya)
atau bervariasi.
3
Pada
penerapan yang lain dapat juga dipergunakan penilaian (skor)
tanggapan yang
berjajar
5 ruas, 10 ruas dan sebagainya.
72
JSB No.
7 Vol. 1 Th 2002
ISSN:
0853 – 7665
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii
Di
samping itu, agar informasi yang diperoleh dapat lebih tajam,
peneliti
mungkin bisa memberi bagian tersendiri dari angket penelitian
supaya
konsumen dapat memberi alasan khusus mengenai pilihan penting-
tidak
pentingnya atribut produk/merek itu. Pernyataan alasan konsumen
tersebut
diharapkan dapat mengungkap lebih banyak motivasi bawah sadar
konsumen
(dari id dan superego) untuk membeli produk/merek itu. Jika langkah
ini
dilakukan, peneliti mungkin dapat memperoleh informasi seperti yang
didapat
oleh
Ernest Dichter (Wells dan Prensky, 1996), seperti yang ditunjukkan
pada
Gambar
4.
Gambar
4: Contoh identifikasi kebutuhan dan produk oleh Dichter
(Wells
dan Prensky, 1996)
Produk
Makanan
yang dibungkus
Perkakas
tukang
Eskrim
Topi
Deodoran
Kepentingan
utama
Melindungi
makanan
Perbaikan
rumah
Nutrisi,
selera
Kaamanan,
keramahan
Mengurangi
bau dan
kebasahan
Kepentingan
dari bawah sadar
Perhatian
terhadap keluarga
Menunjukkan
ketrampilan dan kemampuan
Cinta
dan perasaan yang berhubungan dengan
memori
masa kanak-kanak
Ekspresi
diri dan kepribadian
Penghargaan
diri dan kepentingan sosial
Dua
bentuk pengukuran motivasi dengan skala ordinal dan interval
seperti
yang telah dikemukakan pada ilustrasi di atas sebenarnya hanya
sekedar
contoh penerapan dari berbagai teori motivasi yang mendasari
penelitian
motivasi. Teknik pengukuran skala ordinal yang dipergunakan
untuk
mengetahui motivasi konsumen melalui pendekatan teori Maslow,
pada
dasarnya dapat juga dipakai pada penelitian yang menggunakan
dasar
teori hirarki kebutuhan manusia yang lain, seperti teori kepuasan
dari
Herzberg
(Kotler, 1994), teori psychologis dari McGuire’s (Hawkins, Best,
dan
Coney, 1992), atau teori kebutuhan belajar dari McClelland (Mowen
dan
Minor, 1998). Demikian pula teknik pengukuran berskala interval pada
penelitian
motivasi dengan pendekatan teori Freud, dapat juga dipakai
untuk
penerapan penelitian pada teori motivasi pembelian dari Ernest
Dichter
serta teori compliant, aggressives, detached (CAD) dari Karen
Horney
(Wells dan Prensky, 1996)4.
4
Cara
kedua ini juga dilakukan misalnya oleh Wetter, Brandon dan Ba1ker
(1992),
Zweigenhaft
at.al (1996) dan Chantal, Vallerand dan Vallieres (1995).
JSB No.
7 Vol. 1 Th. 2002
73
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi
ISSN:
0853 - 7665
ANALISIS
DATA
Bentuk
pengukuran motivasi dengan menggunakan angket seperti
yang
telah dicontohkan di atas tidak hanya diberikan kepada satu orang
saja,
tetapi dibutuhkan banyak orang (sampel atau populasi) agar dapat
diperoleh
gambaran kecenderungan motivasi konsumen untuk membeli
produk/merek
tertentu. Karena itu diperlukan teknik analisis statistika, baik
yang
diskriptif maupun yang inferensial, sehingga kesimpulan yang diambil
dapat
lebih informatif (berdaya guna) dan dapat dipertanggungjawabkan.
Beberapa
teknik analisis statistika yang dapat membantu adalah sebagai
berikut:
a. Untuk
memperoleh skor nilai representatif dari pernyataan motivasi
konsumen
dapat dipergunakan alat analisis diskriptif rata-rata hitung.
Melalui
alat analisis ini dapat diketahui sumbangan rata-rata masing-
masing
atribut terhadap total rata-rata masing-masing faktor, sehingga
dapat
ditetapkan kecenderungan atribut yang dominan memotivasi
konsumen.
Menurut Hadi (1989) dalam prakteknya sarjana-sarjana
sosial
banyak menggunakan rata-rata hitung ini, baik untuk data yang
berskala
ordinal maupun interval5.
b. Untuk
menguji adanya perbedaan frekuensi (proporsi) data amatan
yang
diperoleh dengan yang diharapkan dari masing-masing atribut
pada
suatu produk/merek tertentu dapat dipergunakan alat statistika: uji
beda
frekuensi kai kuadrat 1-jalur dan uji beda proporsi kelompok
tunggal
Kolmogorov-Smirnov atau Mann-Whitney U. Melalui analisis
ini
dapat ditentukan ada tidaknya perbedaan mengenai harapan
konsumen
dengan yang dapat disediakan produsen (penjual) tentang
suatu
aribut produk/merek, sehingga dapat dibuat perlakuan khusus bagi
atribut
tersebut untuk [sedapat mungkin] memenuhi harapan konsumen.
c. Untuk
menguji adanya perbedaan skor nilai dari pernyataan konsumen
untuk
masing-masing atribut dari serangkaian produk/merek perusahaan
dan
pesaingnya dapat dipergunakan alat analisis: uji beda amatan
ulangan
dari Friedman dan analisis varian (anava) amatan ulangan
1-faktor.
Dari analisis ini dapat ditentukan bahwa masing-masing
produk/merek
yang diteliti benar-benar disertai atau mempunyai
keunikan
(keunggulan) tertentu atau tidak.
d. Untuk
menguji adanya hubungan atau perbedaan skor nilai dari
pernyataan
konsumen pada masing-masing atribut dari suatu
5
Dalam
banyak literatur metodologi penelitian, sangat dianjurkan data
penelitian berskala
ordinal
menggunakan alat analisis yang tidak didasarkan pada satuan-satuan
yang
berjarak
sama, seperti median dan mode (modus).
74
JSB No.
7 Vol. 1 Th 2002
ISSN:
0853 – 7665
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii
produk/merek,
dan pernyataan itu dipengaruhi pula oleh
karakteristik/latar
belakang konsumen (usia, pendidikan, penghasilan,
dan
sebagainya) dapat dipergunakan alat analisis: uji beda jenjang
antar
kelompok Kruskal-Wallis dan anava 1-jalur. Dengan analisis
ini
dapat diketahui ada-tidaknya perbedaan penilaian konsumen
tentang
atribut tertentu dari suatu produk/merek menurut variasi
karakteristik
konsumen tertentu.
e. Untuk
menguji adanya hubungan atau perbedaan skor nilai dari
pernyataan
konsumen pada masing-masing atribut dari serangkaian
produk/merek,
serta dipengaruhi pula oleh karakteristik/latar belakang
konsumen
(usia, pendidikan, penghasilan, dan sebagainya) bisa
dipergunakan
alat analisis: anava 1-jalur mixed amatan ulangan 1-
faktor,
sehingga dapat diperoleh ada tidaknya perbedaaan penilaian
konsumen
tentang atribut tertentu dari serangkaian produk/merek yang
diteliti
berdasarkan pada variasi karakteristik konsumen tertentu.
Pada
wacana statistika, umumnya alat analisis yang diformat
untuk
skala pengukuran tertentu juga dapat dipergunakan untuk skala yang
lebih
tinggi tingkatannya. Karena itu alat analisis statistika inferensial
(butir
b – e)
yang direkomendasikan di atas –umumnya untuk skala pengukuran
ordinal,
juga dapat dipergunakan untuk data yang berskala interval.
IMPLIKASI
DALAM PEMASARAN
Manfaat
yang dapat diperoleh pemasar ketika menggunakan salah
satu
alternatif dari dua teori beserta prosedur penelitian berikutnya
tentu saja
dapat
berbeda. Penelitian yang menggunakan skala interval –sesuai
dengan
karakteristik pengukuran datanya yang lebih tinggi tingkatannya,
dapat
menghasilkan implikasi pemasaran yang lebih tajam atau rinci
dibandingkan
yang dengan berskala ordinal. Dalam contoh kasus di muka,
skala
interval tidak hanya bisa mengungkapkan pentingnya atribut itu,
tetapi
juga
nilai pentingnya masing-masing atribut tersebut. Tetapi secara umum
kedua
cara itu dapat menimbulkan manfaat sebagai berikut:
Pertama,
dalam strategi promosi. Pemasar dapat memperoleh
data
yang jelas tentang kedudukan atribut yang dianggap penting oleh
konsumen,
sehingga dapat mengfokuskan keunggulan atribut tersebut
pada
program dan kegiatan promosi yang lebih efektif. Misalnya berupa
tampilan
iklan atau promosi penjualan yang dapat menggugah perasaan
konsumen,
atau membekali pengetahuan kepada armada penjualan
personal
yang dapat membantu mereka agar dapat lebih lancar dan familier
dalam
menjelaskan karakteristik produk/mereknya kepada konsumen.
JSB No.
7 Vol. 1 Th. 2002
75
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi
ISSN:
0853 - 7665
Kedua,
perbaikan produk. Pemasar dapat segera memperbaiki
tampilan
atau isi produk/merek sebagai bentuk kepeduliannya terhadap
keinginan
dan permintaan konsumen, khususnya pada atribut yang
dianggap
tidak penting atau kurang memotivasi konsumen untuk membeli.
Selanjutnya
bersama-sama dengan atribut yang dianggap penting dan
secara
relatif telah ada pada produk/merek tersebut dapat diberitakan
secara
luas kepada konsumen untuk menambah kesan baik bahwa
perusahaan
sudah melakukan perbaikan produk/merek yang sesuai
dengan
keinginan dan permintaan konsumen tersebut.
Ketiga,
pemilihan pasar sasaran. Apabila tanggapan pernyataan
motivasi
dikaitkan pula dengan data geografi (misalnya: bagian wilayah dan
luas
daerah), demografi (misalnya: usia, pendapatan dan pendidikan), dan
sosial
budaya (misalnya: agama dan kelas sosial) konsumen, maka hasil
penelitian
dapat digunakan sebagai dasar untuk memilih atau
mengembangkan
pasar sasaran yang tepat dan menguntungkan pemasar,
karena
program dan kegiatan pemasaran dapat terfokus sesuai dengan
karakteristik
konsumennya.
Keempat,
prediksi penjualan. Apabila penelitian juga melibatkan
merek
pesaing yang setara, atau bahkan variasi produk pesaing yang
sedikit
berbeda dengan merek perusahaan, maka pemasar dapat memperoleh
data
tentang keunggulan dan kelemahan produk/mereknya di tengah
industrinya,
sehingga dapat ditetapkan strategi pemasaran yang tepat
dalam
menghadapi persaingan. Di samping data tersebut dapat pula
berguna
untuk prediksi pangsa pasar industri, sehingga dapat dilakukan
rencana
penjualan lebih tepat dan bisa menghasilkan manfaat yang terbaik
bagi
perusahaan.
PENUTUP
Seperti
halnya dalam kegiatan penelitian yang lain, pemilihan
pendekatan
teori motivasi dan skala pengukuran yang dipergunakan dalam
penelitian
motivasi pada dasarnya harus disesuaikan dengan masalah dan
tujuan
penelitian yang ingin dipecahkan atau dicapai. Dengan kata lain,
pendekatan
teori dan skala pengukuran yang satu tidak bisa menggantikan
pendekatan
teori dan skala pengukuran yang lain.
Dalam
rangka memperoleh data yang informatif dan dapat
dipertanggungjawabkan,
maka peneliti tidak boleh ‘memaksa’ konsumen
atau
responden untuk menerima begitu saja berbagai atribut produk/merek
yang
diajukan peneliti. Hal itu karena peneliti itu sendiri belum tentu
dalam
posisi
sebagai konsumen. Kalau pun sebagai konsumen, dia hanya satu
dari
sekian banyak konsumen produk/merek bersangkutan, sehingga
atribut
yang dianggap penting oleh peneliti belum tentu representatif
76
JSB No.
7 Vol. 1 Th 2002
ISSN:
0853 – 7665
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii
sebagai
pilihan dari konsumen lain. Untuk mengurangi kelemahan ini, maka
peneliti
perlu melakukan penelitian pendahuluan kepada sebagian
konsumen
untuk menentukan atribut penting dari produk/merek tersebut.
Atribut
penting yang dipilih konsumen tersebut kemudian dijadikan dasar
dalam
penyusunan pernyataan dalam pengukuran sikap, seperti yang telah
dicontohkan
di muka (Albari, 1999).
Peneliti
juga perlu memanfaatkan teknologi program pengolahan
data,
misalnya SPSS atau SAS, utamanya jika digunakan populasi atau
sample
besar. Dengan cara komputerisasi ini tenaga, waktu dan biaya
yang
dihemat akan sangat berarti, di samping akurasi perhitungan dapat
diandalkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Albari
(1996), “Motivasi Menjadi Anggota Koperasi pada Koperasi Pegawai
Negeri
di Yogyakarta”, Jurnal Siasat Bisnis, 1 (1): 62-71
_____
(1999), “Sikap Konsumen: Pemilihan Model dan Penelitiannya”,
Jurnal
Siasat Bisnis, 4 (7): 51-64.
Alvin,
A.A. (1993), “The Future Challenge to Market Research”, Marketing
Research,
5 (2): 12-19.
Assael,
H. (1992), Consumer Behavior and Marketing Action, 4th ed.,
Boston:
PWS-KENT Publishing Company.
Bleckwell,
R.D., P.W. Miniard and J.F. Engel (2001), Consumer behavior, 9th
ed.,
Orlando: Hourcourt College Publishers.
Blythe,
J. (1997), The Essence of Consumer Behavior, London: Prentice Hall.
Bowerman,
B.L., R.T. O’Connell and L.L. Hand (2001), Business Statistics in
Practice,
2th ed., New York: The McGrow-Hill Companies, Inc.
Burton,
F.G. at al. (1993), “An Application of Expectancy Theory for
Assessing
User Motivation to Utilize an Expert System”, Journal of
Management
Information System, 9 (3): 183-198
Chantal,
Y., R.J. Vallerand and E.F. Vallieres (1995), “Motivation and
Gambling
Involvement”, The Journal of Social Psychology, 135
(6):
755-763.
Churchill
Jr., G.A. ((1999), Marketing Research: Methodological Foundations,
6th ed.,
Orlando: The Dryden Press.
Cooper,
D.R. and C.W. Emory (1995), Business Research Methods, 5th ed.,
Illionis:
Richard D. Irwin, Inc.
JSB No.
7 Vol. 1 Th. 2002
77
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasi
ISSN:
0853 - 7665
Darrel,
E. et al. (1994), “Typical Definition of ‘Satisfaction’ is Too
Limited”,
Marceting
News, 28 (1): 6-8
East, R.
(1997), Consumer Behaviour: Advances and Applications in
Marketing,
London: Prentice Hall.
Fishbein,
M. and I. Ajzen (1975), Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An
Introduction
to Theory and Research, Massachusetts: Addison-
Wesley
Publishing Company, Inc.
Foxall,
G., R. Goldsmith and S. Brown (1998), Consumer Psychology for
Marketing,
2th ed., London: International Thomson Business Press.
Gordon,
W. ( 1995), “Researching Channels”, Marketing Research, 7 (3):
42-45.
Hadi,
S., (1989), Metodologi Researh, Jilid II, Yogyakarta: Andi Offset
Hadi,
S., Seno Pamardiyanto, dan Y.P. Kuncoro S. (1996), Buku Manual SPS:
Paket
MIDI, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Hawkins,
D.I., R.J. Best, and K.A. Coney (1992), Consumer Behavior:
Implications
for Marketing Strategy, 5th ed., Illionis: Richard D.
Irwin,
Inc.
Kardes,
F.R. (1999), Consumer Behavior and Managerial Decision Making,
Massachussetts:
Addison-Wesley Educational Publishers, Inc.
Kotler,
P. (1994), Marketing Management: Analysing, Planning, Implementation,
and
Control, 8th ed., New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
Lilien,
G.L., P. Kotler, and K.S. Moorthy (1992), Marketing Models, New
Jersey:
Prentice Hall, Englewood Cliffs.
Loudon,
D.L. and A.J. Della Bitta (1993), Consumer Behavior: Concept and
applications,
4th ed., New York: McGraw-Hill, Inc.
Malhotra,
N.K. (1999), Marketing Research: An Apllied Orientation, 3th ed.,
New
Jersey: Prentice Hall International, Inc.
Moven,
J.C. (1987), Consumer Behavior, New York: Macmillan Publishing Co.
Moven,
J.C. and M. Minor (1998), Consumer Behavior, 5th ed., New Jersey:
Prentice
Hall International, Inc.
Newbolt,
P. (1995), Statistics for Business & Economics, 4th ed., New
Jersey:
Prentice-Hall International, Inc.
Peter,
J.P. and J.C. Olson (1996), Consumer Behavior and Marketing
Strategy,
4th ed., Chicago: Richard D. Irwin, Inc.
78
JSB No.
7 Vol. 1 Th 2002
ISSN:
0853 – 7665
Albari,
Mengenal Perilaku Konsumen Melalui Penelitian Motivasii
Schiffman,
L.G. and L.L. Kanuk (1997), Consumer Behavior, 6th ed., New
Jersey:
Prentice Hall International, Inc.
Sekaran,
U. (1994), Research Methods for Business, 2th ed., Toronto: John
Wiley &
Sons, Inc.
Solomon,
M.R. (1999), Consumer Behavior, 4th ed., New Jersey: Prentice Hall,
Inc.
Thomas,
J.W. (1998), “Motivational Research: Explaning Why Consumers
Behave
the Way They Do”, Direct Marketing, 60 (12): 54-57.
Welkowitz,J.,
R.B. Ewen and J. Cohen (2000), Introductory Statistics for the
Behavioral
Sciences, 5th ed., Orlando: Harcourt Brace & Company.
Wells,
W.D. and D. Prensky (1996), Consumer Behavior, New York: John
Wiley &
Sons, Inc.
Wetter,
D.W., T.H. Brandon and T.B. Baker (1992), “The Relation of
Affective
Processing Measures and Smoking Motivation Indices
among
College-Age Smokes”, Journal of Advertising and
Behavior,
Vol 14: 169-193
Zikmund,
W.G. (1997), Business Research Methods, 5th ed., Orlando: The
Dryden
Press.
Zweigenhaft,
R.L. at al. (1996), “The Motivations and Effectiveness of Hospital
Volunteers”,
The Journal of Social Psychology, 136 (1): 25-34.
JSB No.
7 Vol. 1 Th. 2002
79
Analisis
jurnal :
yaitu
dalam jurnal tersebut pendapat saya ialah perilaku konsumen adalah
proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian,
pembilian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi
memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Perilaku
knsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat
keputusan pembelian.untuk barang berharga jual rendah (low
involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan
mudah,sedangkan barang berharga yang jual tinggi (Hight Involvement)
proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang
matang.
Jadi
jelasnya sama dengan kesimpulan yang terdapat di jurnal yaitu Dalam
rangka memperoleh data yang informatif dan dapat
dipertanggungjawabkan, maka peneliti tidak boleh ‘memaksa’
konsumen
atau
responden untuk menerima begitu saja berbagai atribut produk/merek
yang diajukan peneliti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar